Mohon tunggu...
Theresia Iin Assenheimer
Theresia Iin Assenheimer Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dari dua putra

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Faktor Ini Memengaruhi Sukses atau Tidaknya Studi di Jerman

23 September 2023   07:45 Diperbarui: 28 September 2023   18:16 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Universitaetbibliotek. Foto Wolfgang von Goethe Frankfurt 

Sebulan sekali umat Katholik Indonesia di Frankfurt berkumpul dan merayakan misa dalam bahasa Indonesia. Misa atau doa bersama ini merupakan ajang pertemuan orang Indonesia yang tinggal di Frankfurt dan sekitarnya. Biasanya sekitar 30 orang Indonesia menghadiri misa atau doa bersama ini. Dari 30 orang Indonesia yang hadir, sekitar 15 orang dewasa dan sekitar 15 anak-anak muda Indonesia. Di antara mereka banyak mahasiswa baru. 

Bulan September merupakan bulan permulaan masuk universitas bagi mahasiswa baru. Biasanya pada saat ini banyak mahasiswa baru yang baru saja datang dari Tanah Air. Ada dari mereka yang masih kursus bahasa, ada juga yang masih Studienkolleg atau sudah diterima dan mulai kuliah.

Dari sinilah saya mengamati anak-anak muda tersebut, ikut merasakan perjuangan mereka jauh dari keluarga dan harus belajar keras. Kadang saya ditanya teman-teman atau saudara-saudara di Tanah Air, "Bagaimana kuliah di Jerman? Bagaimana kuliah di Jerman dan kapan sebaiknya kuliah di Jerman. Kapan, yang dimaksud setelah lulus SMA atau nanti S2-nya saja.

Saya sendiri belum pernah kuliah di Jerman, tetapi seringnya bertemu dan kadang-kadang dalam perayaan misa bekerja sama dengan student. Selain itu, kedua anak saya juga mahasiswa sehingga saya tahu perjuangan mereka. Ikut bangga kalau dari mereka lancar studi dan lulus dengan baik. Ikut prihatin bila dari mereka ujian tidak lulus, berkali-kali tidak lulus dan harus pulang ke Tanah Air.

Dari banyak student yang saya kenal, saya pisahkan menjadi beberapa kelompok berikut ini.

1. Mahasiswa S1 atau Bachelor

Jadi, mereka datang dari Indonesia masih sangat muda. Mereka baru lulus SMA. Di antara mereka, bisa dipisahkan antara yang datang ke Jerman karena keinginan sendiri atau dorongan orang tua.

Contohnya si Mira, dia sejak SMA sudah ingin sekali kuliah di Jerman sehingga dia mulai kursus bahasa Jerman sejak di SMA. Saya salut akan kegigihan Mira . Bisa saya bayangkan di Jakarta, dengan lalu-lintas yang padat setiap hari dia pergi ke sekolah dengan kendaraan umum ke sekolah. Pulang sekolah, dia masih ke Goethe Institut untuk kursus bahasa Jerman.

Setelah di Jerman, Mira kursus bahasa lagi. Mengapa demikian? Karena bahasa Jerman yang hanya dipelajari di bangku kursus belum mencukupi untuk mengikuti kuliah dalam bahasa Jerman. Apalagi bahasa teknik untuk yang masuk jurusan tehnik atau bahasa medizin untuk yang masuk jurusan kedokteran dan lain sebagainya.

Belajar bahasa ini paling tidak satu tahun, bahkan banyak juga yang sampai dua tahun. Tidak heran karena bahasa Jerman memang bahasa sulit. Setelah selesai kursus bahasa masih harus melalui Studien Kolleg. Studien Kolleg merupakan sistem pendidikan di Jerman yang disyaratkan kepada semua lulusan SMA dari luar Jerman, suatu persamaan Abitur, yaitu ujian SMA Jerman dan bukan Jerman. Bila sudah lolos ujian Studienkolleg, baru mulai kuliah di universitas atau Hochschule yang menerimanya.

Jadi bila saya ditanya ibu-ibu di Indonesia, saya terus terang tidak menyarankan putra-putrinya untuk studi di Jerman setelah lulus SMA. Bukan saya mengecilkan putra-putrinya, kecuali, putra-putrinya punya mental baja dan kemauan yang keras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun