KASUS DONGENG SEBELUM TIDUR
Pk 15.00
Sudah lama aku tidak datang ke Caf History ini. Ternyata suasananya masih sama. Rimbun pepohonan di teras tingkat dua. Musik saxophone yang mengalun merdu. Kursi dan meja rotan yang tertata rapi. Terlebih suasana mendung yang bercampur dengan bau knalpot dari jalan raya. Sungguh membuatku rindu dan nyaman.
Dan seperti biasa, aku mengambil tempat di pojokan dan membaca koran. Karena aku lupa membawanya, aku hanya membaca dari tabletku saja. Tidak mengapa, toh sama saja.
Yang mengatakan aku ke sini untuk mendinginkan suasana, adalah benar. Kasus konyol gantung -- menggantung tengkorak kemarin benar -- benar menguras sumber dayaku, baik pikiran dan fisik. Aku langsung sakit pilek usai kasus itu beres. Kali ini Usep, bukan Charles, yang menyarankanku untuk rileks di kafe ini, dan aku menyetujuinya.
Di jam seperti ini, keadaan caf lumayan kosong. Wajar, jam makan siang bukan, makan malam juga bukan. Yang datang ke caf hanyalah anak -- anak nongkrong sepulang sekolah. Mereka hanya memesan satu dua gelas minuman, kemudian mengobrol sepuasnya dan menggunakan wifi untuk browsing. Ya, tidak ada salahnya bagiku.
Kursi di depanku belum terisi. Aku pun berharap seperti itu, karena aku lebih menyukai keadaan tenang untuk menikmati waktu santai. Namun harapanku pupus. Dua lelaki, yang satu berusia dua puluhan awal, dan seorang bocah sepuluh tahunan, menarik kursi dan memesan menu. Di dalam hati aku mendesah, tapi berusaha legowo.
Kedua orang ini saling berhadapan di meja depan, dan berbincang dalam suara yang bisa didengar olehku. Secara tidak langsung aku pun menguping perkataan mereka.
"Mau makan apa, Hansel? Jangan bilang kau masih mau es krim vanilla itu?"
Si bocah mengangguk dengan antusias, "Betul, betul, bang, aku masih mau es krim vanilla itu."