Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

The Battle of Carmel (Cerpen Rohani)

10 Oktober 2021   11:37 Diperbarui: 10 Oktober 2021   11:39 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Obaja, kepala istana yang baik hati itu, datang menghadap raja Ahab dengan wajah cemas. Dari yang kudengar, seorang nabi TUHAN yang tersisa bernama Elia, memberikan peringatan kepada raja. Ia ingin bertemu dengan Ahab. Seharusnya saat itu kuberitahu saja bahwa aku bisa membunuhnya. Raja ternyata ikut -- ikutan cemas. Ia keluar istana dan menemui Elia seorang diri.

Malamnya, Ahab kembali dengan wajah yang lebih cemas lagi. Ia datang ke paviliun dan mengumpulkan para petinggi Baal dan Asyera. Elia mengirimkan tantangan kepada kami. Ia meminta kami untuk berkumpul di Gunung Karmel, termasuk seluruh rakyat Israel. Di sana kami akan bertarung untuk membuktikan siapa Tuhan yang benar.

Aku menepuk pundak Ahab. Kukatakan, tidak perlu khawatir. Baal sudah biasa ditantang seperti ini, dan kami berkali -- kali menang. Namun kedatangan Izebellah yang menenangkan hati raja. Ketika keduanya beranjak pergi, aku mengumpulkan para nabi Baal dan berdiskusi. Isinya adalah bertanya, kira -- kira apa muslihat orang bernama Elia itu? Namun diskusi itu tidak berlangsung lama, karena kami tahu itu hanyalah gertak sambal belaka. Selama ini Baal selalu menang melawan dewa -- dewa Mesopotamia. Lagipula, satu melawan empat ratus lima puluh? Bagaimana bisa?

Tidak perlu banyak berpikir.

Itulah yang kukatakan pagi itu ketika menginjak kaki Gunung Karmel dan beranjak naik bersama para kolegaku. Tidak mungkin orang itu mengumpulkan bala tentara dan akan membunuh kami. Justru kamilah yang dipagari oleh tentara -- tentara Israel. Aku menaiki kaki gunung dengan pedang mengilap di kiri kananku. Sementara itu aku melihat rakyat berkerumun naik melalui jalan lain.

Ternyata orang bernama Elia itu sudah ada lebih dulu daripada kami, duduk bersila di salah satu gundukan bukit. Penampilannya sebagai nabi Tuhan sangat kusam, berbanding terbalik dengan kami yang berbaju efod dan berkain lenan. Janggutnya putih, panjang, dan kusut, membuatku bertanya -- tanya kapan terakhir ia membilas diri. Hanya satu hal yang kusukai darinya, wajahnya memancarkan aura positif dan kepercayaan diri. Entah apa yang ada di benak orang bernama Elia itu.

Ketika seluruh rakyat Israel telah berkumpul, Elia mendekat dan berseru.

"Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan bercabang hati? Kalau TUHAN itu Allah, ikutlah Dia, kalau Baal, ikutlah dia.

Tetapi rakyat Israel tidak menjawab sepatah kata pun. Elia pun berkata lagi.

"Hanya aku seorang diri yang tinggal sebagai nabi TUHAN, padahal nabi -- nabi Baal itu ada empat ratus lima puluh orang banyaknya. Namun, baiklah diberikan kepada kami dua ekor lembu jantan. Biarlah mereka memilih seekor lembu, memotong -- motongnya, menaruhnya ke atas kayu api, tetapi mereka tidak boleh menaruh api. Aku pun akan mengolah lembu yang seekor lagi, meletakannya ke atas kayu api dan juga tidak akan menaruh api."

"Kemudian biarlah kamu memanggil nama allahmu dan aku pun akan memanggil nama TUHAN. Maka allah yang menjawab dengan api, dialah Allah!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun