Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

The Cripple [Cerpen Rohani]

5 Mei 2021   10:21 Diperbarui: 5 Mei 2021   10:47 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
via churchofjesuschrist.org

"Tuan, tidak ada yang orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku."

Tuan itu menjawab, "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah."

Tiba -- tiba sebuah kekuatan muncul di kakiku. Aku bisa berdiri! Mukjizat macam apa ini? Luar biasa! Tanpa kusadari aku melonjak kegirangan, dan tanpa kusadari lagi, aku sudah berlari mengelilingi kolam, membuat keributan. Namun aku tidak peduli. Kakiku sudah bisa berjalan lagi! Bahkan berlari.

Dengan sumringah aku terus berlari mengelilingi kolam. Beberapa orang yang mengenaliku melihat dengan tatapan tidak percaya, karena memang tidak ada goncangan di pagi itu. Pada akhirnya aku diberhentikan oleh sekumpulan orang -- orang tua berjanggut tebal dan berjubah panjang. Aku kenal mereka, merekalah yang dulu melemparkan tatapan -- tatapan jijik itu kepadaku dulu. Mereka adalah para ahli agama.

"Sekarang adalah hari Sabat dan engkau tidak boleh memikul tilammu."

Aku menahan kesal dalam hati. Walaupun aku sudah mendapatkan mukjizat kesembuhan, mereka selalu mencari celah untuk kesalahanku. Dasar orang -- orang sirik. Tiba - tiba aku teringat sesuatu. Mataku mencari sang penyembuh, namun ia dan murid -- muridnya sudah tidak ada.

"Orang yang telah menyembuhkan aku, Dia yang mengatakan kepadaku: angkatlah tilammu dan berjalanlah."

"Siapa orang itu?"

Mataku masih mencari, namun karena sekarang hari Sabat dan orang -- orang berkumpul di Bait Allah, keadaan kolam menjadi lebih ramai. Akhirnya aku pun dilepaskan oleh para ahli agama, namun mereka masih mengancam agar memberitahukan identitas sang penyembuh.

Aku mendesah. Namun desahan ini bukanlah sebuah keputusasaan. Desahan ini adalah sebuah kelegaan. Aku duduk di salah satu serambi, menatap kolam Betesda dengan perasaan senang. Seluruh bebanku telah diangkat. Penyembuhku itu luar biasa. Ia memahami penderitaanku walaupun aku belum pernah memberitahunya. Mungkin ini saat yang tepat untuk mengucap syukur kepada Tuhan.

Dengan langkah ringan dan tegap, aku berjalan menuju Bait Allah. Aku berbaris di antara orang-orang, menunggu giliran untuk beribadah dan mengucap syukur. Dan saat itulah, aku bertemu lagi dengan penyembuhku. Ia menghampiri dan berkata padaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun