Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasus Nenek yang Menghilang

26 Agustus 2020   11:54 Diperbarui: 26 Agustus 2020   12:02 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ia duduk di kursi rias. Sambil mendesah, ia bercerita. "Ibuku memang memiliki hati yang lembut. Aku anak terakhir. Kakakku yang ketiga, yang paling kanan di foto itu, bermasalah dengan keluarganya. Namanya Nisrina, ia ditipu oleh orang kredit. Mereka berhutang sekitar dua M. Akibatnya rumahnya disita. Sekarang bahkan ia sedang diajukan cerai oleh suaminya. Anak -- anaknya tidak tahu mau ikut siapa. Hati ibuku hancur memikirkan mereka."

"Sudah berulang kali ibu memintaku untuk turun ke bawah, ke kota, dan menengok mereka. Saya menyanggupi permintaan ibu. Namun ketika kami bertemu keluarga Nisrina, terlihat bahwa keluarga mereka diambang kehancuran. Tidak ada lagi kata damai. Yang ada hanya kata makian dan cacian. Bahkan kasus perceraian sudah mencapai tahap akhir. Itulah sebabnya ketika ibu berulang kali lagi memintaku untuk mengunjungi mereka, aku tidak mau. Suami Nisrina sudah menyebutku dengan sebutan anjing jalang. Sakit hati aku dibuatnya. Tapi, jika saja aku tahu ibu nekat untuk turun ke bawah seorang diri..."

Reyner kembali menangis. Namun aku tidak punya waktu untuk hal -- hal sentimental. Aku segera bertanya. "Di rumah ini, kalian hidup berdua saja?"

"Betul, pak polisi. Aku hanya hidup berdua dengan ibuku saja. Sejak ayahku meninggal aku tinggal di sini dan mengurus ibu, juga pekarangan dan perkebunan ini. Ada seorang pembantu yang pulang pergi mengurus cucian dan bersih -- bersih."

"Dan katamu tadi Winda jam sembilan masih ada di tempat ini?"

Reyner memandangku dengan penuh harap. "Ya. Aku melihatnya di sini jam sembilan. Pasti! Tidak mungkin ia berada di Utomo Jaya dalam waktu hanya sejam. Lagipula, mau naik apa? Mobilku masih ada di garasi."

Aku memandang Charles yang mengangguk, yang sebelumnya mengecek bahwa di dalam garasi ada sebuah mobil sedan tua. Aku mendesah. Reyner tidak punya motif untuk membunuh ibunya sendiri, jadi kemungkinan besar semua yang dikatakannya itu adalah kebenaran. Dan yang memiliki motif di kasus ini adalah Winda sendiri. Ia sengaja berkendara ke bawah untuk menemui keluarga anaknya, lalu karena hal yang tidak diharapkan ia menemui ajal di tangan suami anaknya. Hanya saja, timelinenya kacau akibat keterangan Reyner.

Aku berkeliling ruangan Winda dan berpikir sementara Charles menanyakan hal -- hal trivial kepada Reyner. Nenek yang menghilang. Kasus ini cukup unik. Di samping album foto, aku memerhatikan ada sebuah roti panggang yang baru termakan sebagian. Aku tahu bahwa bukti itu lemah, namun keterangan Reyner semakin berdasar. Winda ada di ruangan ini pagi ini, dan ia menghilang dalam sekejap, berpindah dalam jarak lima puluh kilometer, ditemukan tidak bernyawa di bantaran sungai daerah Utomo Jaya. Menakjubkan.

Aku menatap album keluarga yang terbuka. Keluarga itu adalah keluarga Winda. Hanya ada dirinya, suaminya, dan anak -- anaknya di album itu. Namun tiba -- tiba aku melihat sesuatu di pojok lembar album. Sebuah foto yang akan mengubah segalanya.

"Reyner, apakah ibumu memiliki saudara kandung? Atau lebih tepatnya...saudara kembar?"

Mata Reyner tiba -- tiba  membesar. Ia seperti menemukan sesuatu. "Benar! Ah, mengapa aku melupakan hal besar seperti ini? Ibu memiliki dua saudara kembar. Yang pertama, sudah almarhum. Yang kedua, kakak ibu, namanya Angelia. Dia tinggal di kota bersama suaminya. Dan, pak polisi, ia juga bermasalah sama seperti kakakku. Ia dikejar -- kejar oleh debt collector. Minggu lalu ia mengirimkan surat kepada kami, meminta bantuan. Ini, aku bisa tunjukkan suratnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun