Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasus Ibu-ibu Ganjen [Detektif Kilesa]

14 Agustus 2020   14:47 Diperbarui: 14 Agustus 2020   15:41 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.istockphoto.com

"Ah, itu mereka. Lihat Alphardnya baru saja parkir."

Aku juga melihat ke bawah. Sebuah alphard putih parkir, dan tiga orang ibu -- ibu bertipe sama keluar dari mobil dan masuk ke caf. Seperti yang dikatakan oleh Bu Nyinyir, tiga orang ini adalah adik kakak. Wajahnya mirip, gerak jalannya juga mirip. Namun sepertinya perbedaan umur mereka cukup kentara.

Yang paling tua terlihat sudah berkerut, namun berdandan paling tebal untuk menutupi kerutan itu. Yang tengah terlihat seperti ibu -- ibu di usia tiga puluh dan empat puluh awal, sementara yang paling muda, juga yang paling cantik menurut penilaianku di antara perkumpulan ini, masih berusia belia. Namun mereka tetap mengenakan barang berkelas.

Orang bernama Charlotte duduk memunggungiku sementara kedua saudaranya menghadapku. Ia langsung mendapat cacian dari Bu Nyinyir. "Charlotte tolol! Kau tidak lihat seberapa panasnya tempat ini? Seperti neraka, asal kau tahu!"

Charlotte, yang merupakan saudara tertua, membalas, "Kau yang tolol, Utari. Kau tidak lihat di pojokan itu, ACnya tidak menyala? Mengapa tidak kau tanyakan pada waitress? Dasar bodoh."

Charlotte menunjukan raut wajah kesal, namun segera memanggil waitress dan meminta agar AC dinyalakan. Utari, atau kusebut dengan Bu Nyinyir, masih menunjukkan muka angkuh dan mengipasi dirinya dengan kipas Jepang. Sementara itu Indira, atau kusebut dengan Bu Kosmetik, bertanya pada Bu Menor.

"Eh, apa yang kausebut tadi itu benar? Kau mau pergi ke Amerika, ke Niagara?"

Kedua saudara Widuri segera menyambut dengan wajah antusias dan ucapan terkagum -- kagum. Mereka segera mengeluarkan rekomendasi tempat kuliner dan akomodasi terbaik. Di telingaku, mereka seperti kumpulan lebah yang berdengung. Aku sekarang hanya bisa setengah fokus kepada berita koran. Well, ketika lebah berdengung, manusia mana yang bisa fokus pada diri sendiri?

Sementara itu, Bu Menor menepuk meja berulang kali untuk mendiamkan kedua saudara Widuri. Ia berkata, "Tidak perlu terlihat gembira, Rachel, Shanty, yang akan pergi ke Amerika itu aku dan suamiku, bukan kalian. Hei, bukan kalian! Jadi sekarang, lebih baik kalian ucapkan oleh -- oleh apa yang ingin dibawa dari sana, dan semoga aku berbaik hati untuk mengingatnya."

Rachel, saudara tengah, terlihat kecewa, "Ah, padahal kita baru saja pulang dari Jerman bulan kemarin, tapi kami lupa bawa oleh -- oleh untukmu, Tika. Apa kita harus pergi ke Jerman lagi, Shanty? Sepertinya seorang Kartika Sukmawidagdo ingin oleh -- oleh dari Jerman."

Perkataan berbau sarkasme ditujukan pada Kartika atau Bu Menor, tapi sepertinya ia tidak terpengaruh. Sebaliknya ia kini berpangku tangan, dan menatap jemarinya. Aku paham ini. Ia menunggu seseorang untuk memerhatikannya. Bu Hakimlah yang pertama mengomentari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun