Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasus Singa Duduk

30 Juni 2020   10:13 Diperbarui: 30 Juni 2020   10:28 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku sudah terbiasa melakukan interogasi. Aku sudah terbiasa melihat orang berbohong. Maka ketika Lilis terkejut saat kami mengatakan Sapto telah tewas di depan meja rias, aku untuk sementara menyimpulkan bahwa ia mengatakan kebenaran. Namun berikutnya justru kami yang terkejut, karena keterkejutan Lilis berdasar pada bahwa ada orang yang tewas di kamar pribadinya, bukan karena ia mengenal Sapto.

"Aku tidak mengenal orang ini. Siapa dia? Bagaimana ia bisa berada di kamarku?" ujarnya ketika mengecek mayat Sapto. Dan percayalah, sekali lagi aku bisa menerka kebohongan orang, dan Lilis tidak berbohong.

Lalu aku menunjukkan rekaman cctv di pukul 04.33 di mana Lilis keluar kamar dengan tergesa -- gesa. Ia menjawab, "Ayahku tiba -- tiba kolaps di kamar mandi di rumahnya, di Bintaro. Ia hidup berdua saja dengan ibuku. Maka aku langsung cepat -- cepat pergi ke sana."

Aku mendesah saat ia menunjukkan bukti telepon dari ibunya di pukul empat pagi. Jadi Lilis kemungkinan besar tidak ada sangkut pautnya dengan kasus ini. Hanya satu lagi yang mendesak.

"Sabu -- sabu? Di dalam patung singa?" Ia keheranan. Sejujurnya kami tahu bahwa itu adalah serbuk heroin. Aku mengubah perkataan menjadi sabu -- sabu, karena jika ia berbohong, akan tampak dari wajah dan sikapnya.

"Bagaimana mungkin? Patung singa ini memang bisa dilepas kepalanya. Tapi, sungguh, pak polisi, sungguh, aku tidak tahu apa -- apa." Mahmud menatap kepadaku, dan sekali lagi aku mendesah karena ia mengatakan kejujuran berdasarkan penilaianku.

Pada akhirnya aku meminta Charles untuk membawanya menuju kantor polisi untuk keterangan lebih lanjut dan pengisian berita acara. Keterangan Lilis sama sekali tidak membantu. Tiba -- tiba sebuah benang merah terpikirkan di kepalaku. Sebelum Lilis dan Charles meninggalkan ruangan, aku bertanya pada Lilis.

"Bu Lilis, bagaimana keadaan ayahmu?"

Lilis sedikit melamun sebelum menjawab, "Ya, pak polisi. Ayahku baik -- baik saja. Tidak perlu dibawa ke rumah sakit. Ia bahkan berpesan kepadaku hati -- hati ketika aku pamit karena dipanggil polisi. Tentu aku tidak mengatakan adanya orang tewas di kamarku kepadanya. Aku takut ia pingsan kembali."

Lilis pun meninggalkan ruangan. Mahmud berpandang -- pandangan denganku. Ia langsung paham.

"Apakah maksudmu..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun