Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cornelis De Houtman [Novel Nusa Antara 3]

7 Mei 2019   12:31 Diperbarui: 7 Mei 2019   12:49 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Kita hanya melaju sepuluh knot saja. Angin ekuator sialan.

Sang petinggi dewan melangkah keluar dari kabin, bergerak menuju anjungan. Langkahnya berat, menghargai hawa panas dan penyakit yang dideritanya. Sebuah teleskop panjang berada di tangan kanannya. Ia mengarahkannya ke arah kanan, kemudian ke depan. Seseorang di sampingnya menyadari kehadirannya, dan memberikannya opini. Sebuah opini yang menghancurkan.

"Kita akan mati, bukan, Houtman? Inilah hari -- hari terakhir kita di muka bumi!"

Cornelis menyingkirkan teleskopnya, mendelik ke samping. Ia bertatap -- tatapan dengan orang itu, menantangnya dalam keberanian.

"Sepengecut itukah seorang lelaki yang mengaku -- ngaku berasal dari Tuhan?"

Lawan bicaranya tersenyum sinis, "Aku hanya seorang pelayan Plancius saja, Houtman, bukan orang suci. Dan orang suci itu sudah bukanlah orang suci lagi. Ia adalah seorang navigator, pembuat map. Akuilah hal itu, kau tidak akan membantahku!"

Cornelis memalingkan mukanya. Ia benar. Plancius bodoh itu dan Linschotenlah yang membuat kami menderita seperti ini. Mereka juga: Jan Carel, Henrik Hudde, dan Reynier Pauw. Ketika kukenang teriakan menggema di rumah Pauw, bahwa kami pasti akan menemukan pulau rempah dalam perjalanan ini, seakan -- akan Tuhan berada di sana dan tersenyum pada kami. Wewangian pala dan cengkih di udara pun dapat kucium saat itu.

Salah seorang awak kapal yang berada di haluan terbanting secara tiba -- tiba, membuat Cornelis dan kompatriotnya bergidik. Sang kompatriot bergegas menuruni tangga, namun Cornelis mencegahnya.

"Keyser! Tidak perlu menolongnya, ia sudah tidak bisa diselamatkan lagi!"

Keyser menoleh, "Apa maksudmu?"

Cornelis menunjuk orang yang dimaksud. Ia menggelepar di geladak. Mukanya sangat memelas, seperti menahan sakit yang teramat sangat. Air liur menggenang di samping wajahnya. Bibirnya kemerahan, pecah -- pecah. Seketika kemudian, ia tergeletak lemas. Dan saat itu juga, Cornelis mengutuk ide menuju Timur. Awak kapal yang lain menghampiri, dan dengan enggan mengangkat tubuh awak kapal itu melewati pagar kapal, melayang menuju lautan bebas. Seperti sudah terbiasa, para awak kapal itu kemudian bubar dan kembali menuju pekerjaannya masing -- masing. Namun langkah mereka berat, menahan sakit akibat bertemu dengan hawa panas dan kekurangan asupan air bersih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun