Mohon tunggu...
Theodorus Hutabarat
Theodorus Hutabarat Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, menuntun saya ke tempat ini

Mahasiswa aktif di salah satu perguruan tinggi negeri dengan program studi Administrasi Publik. Memiliki ketertarikan pada dunia politik, pemerintahan, kebijakan publik, dan pop culture.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Se-"Suci" Itukah Politik?

10 November 2018   20:34 Diperbarui: 10 November 2018   21:07 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik Itu Suci, demikianlah judul buku yang diangkat oleh seorang politisi senior PDIP, Sabam Sirait

Realitas politik di Indonesia berbanding terbalik dengan judul buku yang diangkat oleh Sabam Sirait. Politik yang merupakan suatu pekerjaan guna memberdayakan masyarakat serta menyejahterakan mereka, kini berbanding terbalik, dan justru berorientasi hanya pada kelompok-kelompok tertentu.

Prinsip serta etika-etika yang ada dalam politik seakan dibuang begitu saja guna memberdayakan kelompoknya saja. Sedih melihat realitas politik yang ada di Indonesia apabila dibandingkan dengan idealisme politik yang diangkat dalam buku Sabam Sirait tersebut.

Politisi zaman now seakan melupakan mimpi indah kesejahteraan. Politisi zaman now juga tidak lupa untuk membuang cita-cita indah yang dimiliki bangsa Indonesia dalam pembukaan Undang-Undang dasarnya.

Politisi zaman now tidak lagi memikirkan mengenai persatuan bangsa. Politisi zaman now hanya berorientasi pada diri dan juga kelompoknya. Miris. Benar! Oleh sebab itu, tidak heran apabila masyarakat mereduksi makna dari politik, menjadi suatu kegiatan guna mendapatkan jabatan dan "menggemukkan" diri dan kelompoknya saja.

Lelucon mengenai kebanggan setiap narapidana korupsi menggunakan rompi orangenya masih terus berlanjut. Ketika orang-orang memandang sedih kepada politisi tersebut karena ada anak serta anggota keluarga lainnya yang harus ditinggal, tapi hal demikian sepertinya tidak terlihat di raut wajah para koruptor tersebut.

Jepretan kamera, todongan mic dari wartawan berikut juga pertanyaannya, seakan menjadi "panggung" gratis bagi mereka, "ini saatnya, kita harus eksis!" mungkin hal tersebut yang justru terlintas dipikiran mereka

"Omong kosong, kelompokmu-lah yang memulai ini semua, lihat apa yang kalian hasilkan, perpecahan, perselisihan, kalian hanya 'menghantui' masyarakat dengan ketakutan" Drama menyalahkan satu dengan yang lain, merupakan hal yang wajar dalam dunia politik Indonesia. Tidak ada yang benar. Betul! Semua salah! "Yang benar adalah kami!" Siapakah "kami" itu? Tidak ada yang tau, tuhan-nya mungkin?

Dalam beberapa talkshow kita dapat melihat, tidak adanya inovasi maupun gagasan alternatif yang ada dalam perpolitikan di Indonesia. Dari 14 partai politik nasional yang ada,  keunikan apa yang dibawa dari setiap partai? Ada! Pengurus partainya-berbeda.

Kekonyolan seperti inilah yang terus dilakukan para politisi di depan layar kaca, sedangkan ketika mereka duduk dalam seminar-seminar di perguruan tinggi mereka akan selalu berkata "politik itu suci" , "politik itu mulia" , sayangnya kemuliaan dan kesucian dari politik tersebut dihinggapi oleh kemunafikan para tokohnya.

"Unsur tertinggi manusia adalah Akal!" -Aristoteles-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun