Mohon tunggu...
Theodorus Tjatradiningrat
Theodorus Tjatradiningrat Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendeta dan Gembala Jemaat di GPdI House Of Blessing Jakarta

Saya seorang yang suka membaca, menonton film (sendiri atau bersama keluarga) dan ngopi bareng teman-teman di kala senggang. Saya senang bergaul dengan semua orang dari berbagai kalangan karena saya dapat belajar banyak hal dari mereka.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Haleluya adalah Bahasa Keluarga yang Takut Akan Tuhan (Mazmur 112:1)

26 September 2022   19:42 Diperbarui: 26 September 2022   19:44 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi keluarga. Sumber: Pixabay/Satyatiwari

Kompasianer yang terkasih, haleluya secara sederhana diterjemahkan "pujilah TUHAN" atau "puji Tuhan" dalam ungkapan kita sehari-hari baik di dalam ibadah maupun di dalam pergaulan. 

Jadi, haleluya menjadi bahasa sebuah komunitas, yang dalam konteks pembahasan kita komunitas itu ialah keluarga. Keluarga merupakan satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat; demikian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Penyebutan haleluya dalam Perjanjian Lama hanya dapat diucapkan dengan penuh rasa kagum dan hormat oleh orang-orang yang disebut keluarga Allah yaitu: pertama, umat yang beribadah kepada TUHAN di Bait Allah Yerusalem atau yang disebut Jemaah Israel (Mzm. 111:1). 

Kedua, orangtua dan anak-anaknya yang beribadah kepada TUHAN di rumah masing-masing atau yang disebut juga Rumah Tangga Israel (Mzm. 112:1-2). Dengan demikian, penyebutan haleluya dilakukan oleh jemaah dan rumah tangga yang takut akan TUHAN.

Mungkin Kompasianer bertanya, mengapa takut akan TUHAN menjadi dasar orang Israel mengucapkan haleluya? Jawabannya adalah: pertama, takut akan TUHAN merupakan permulaan hikmat (Mzm. 111:10; Ams. 9:10). Kata 'permulaan' di sini dari teks Ibrani resit sama dengan 'pada mulanya' (Kej. 1:1). Hikmat dari teks Ibrani chokmah yang artinya pengetahuan praktis yang menolong seseorang untuk mengetahui bagaimana bertindak dan bertutur kata dalam situasi-situasi yang berbeda. 

Hikmat yang dimaksud bukan sekedar kemampuan intelektual karena hikmat Alkitabiah lebih dekat dengan ide tentang kecerdasan emosional (EQ) daripada konsep IQ. Jadi, kemampuan untuk menyelesaikan masalah kehidupan membutuhkan hikmat, dan hikmat akan muncul pada saat orang Israel takut akan TUHAN. Orang yang berhikmat pasti memiliki akal budi (IQ) yang baik.

Kedua, takut akan TUHAN berarti sangat suka kepada segala perintah-Nya (Mzm. 112:1). Untuk memahami bagian ini, mari kita baca Ulangan 10:12-13. Inilah ringkasan Ulangan pasal 6 di mana orang Israel harus mengajarkan anak-anaknya takut akan TUHAN tersebut. Frasa "supaya baik keadaanmu" (Ul. 10:13) merupakan akibat bagi orang yang takut akan TUHAN itu. Inilah yang disimpulkan oleh pemazmur dengan kata "Berbahagialah" sebagai berkat rohani yang sangat indah dalam kehidupannya (Mzm. 112:1).

Kompasianer yang terkasih, berkat bagi orang-orang yang takut akan TUHAN tidak hanya secara rohani saja, tetapi berkat secara jasmani atau materi juga menjadi bagian yang diberikan oleh Allah:

1.  Diberikan rezeki oleh Tuhan (Mzm. 111:5). Rezeki dari teks Ibrani terep yang artinya makanan.

2.  Keturunannya menjadi pewaris berkat-berkat Tuhan baik secara rohani maupun materi (Mzm. 112:2-3). Inilah berkat lintas generasi sebagaimana Abraham, Ishak dan Yakub.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun