Mohon tunggu...
Theodorus Tjatradiningrat
Theodorus Tjatradiningrat Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendeta dan Gembala Jemaat di GPdI House Of Blessing Jakarta

Saya seorang yang suka membaca, menonton film (sendiri atau bersama keluarga) dan ngopi bareng teman-teman di kala senggang. Saya senang bergaul dengan semua orang dari berbagai kalangan karena saya dapat belajar banyak hal dari mereka.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mungkinkah Membalas Kasih Karunia Allah? (Efesus 2:8-9)

23 September 2022   01:01 Diperbarui: 23 September 2022   01:02 2925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Salib Kristus. Sumber: Pexels (Jonathan Borba)

Kompasianer yang terkasih, setelah saya menyampaikan tema "Hamba yang Berharga di Mata Tuhan" dari Mazmur 116:15, hari ini saya membahas kasih karunia Allah yang sangat mungkin untuk dibalas oleh kita semua sebagai penerima kasih karunia itu. Meskipun saya mengeksposisi ayat 1-10 hanya dalam tulisan yang singkat (karena blog ini sebuah renungan), tetapi kiranya Kompasianer dapat memahaminya.

Mari kita mulai. Kata pembuka ayat 8 ialah 'Sebab', menunjukkan alasan Allah memamerkan kasih karunia-Nya. Mengapa kasih karunia patut untuk dibanggakan? Perhatikan ayat 1-3, 'kamu ... kami', menunjukkan kepada kita semua yang dahulu sudah mati karena tiga penyebab: pertama, pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa. Kedua, mengikuti jalan dunia ini. Ketiga, menaati penguasa kerajaan angkasa (roh jahat). Ketiga hal itu diterjemahkan sebagai hawa nafsu daging, kehendak daging dan pikiran yang jahat (ay. 3).

Ayat 4 dibuka dengan sangat indah dengan kata sambung 'Tetapi' sebagai antitesis dari manusia berdosa yang di akhir ayat 3 dikategorikan sebagai orang-orang yang harus dimurkai. Dalam ketidak berdayaan manusia berdosa, kata 'tetapi' menunjukkan adanya jalan keluar bagi masalah terbesar manusia! Apakah jalan keluarnya? Allah yang kaya dengan rahmat (ay. 4a)! Kata 'rahmat' dari bahasa Yunani eleei dari kata eleos yang artinya pengampunan. Jadi, jalan keluar manusia dari dosa ialah Allah yang kaya dengan pengampunan.

Kompasianer yang terkasih, dasar pengampunan adalah kasih Allah yang besar (ay. 4b) dan kasih itu Ia limpahkan kepada kita yang berdosa (ay. 4c). Kata 'kaya' dan 'besar' merupakan ukurannya Allah seperti lebar, panjang, tinggi dan dalamnya kasih Kristus yang pengenalannya melampaui segala pengetahuan (Ef. 3:18-19).

Kasih yang dilimpahkan kepada kita disebut kasih karunia yang menyelamatkan. Kasih karunia itu menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus (ay. 5) dan membangkitkan kita di dalam Dia (ay. 6). 'Menghidupkan' berarti kita diselamatkan untuk memperoleh hidup kekal. 'Membangkitkan' berarti kita diberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga.

Sekarang pertanyaannya, apakah kasih karunia itu? Kasih karunia dari bahasa Yunani charis yang artinya pemberian cuma-cuma Allah kepada manusia yang sebetulnya tidak layak untuk menerimanya. Kasih karunia yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris grace umumnya dipakai untuk menerjemahkan kata charis. Namun, menurut Profesor John Barclay Durham kata charis lebih tepat diterjemahkan gift yang artinya pemberian.

Mengapa demikian? Karena banyak orang Kristen memahami kasih karunia itu bersifat unilateral (satu arah, sepihak) yaitu: Allah memberi, manusia menerima; Allah melakukan segalanya, manusia tidak melakukan apa-apa; Allah aktif, manusia pasif. Menurut saya, kasih karunia lebih tepatnya bersifat bilateral (dua arah, timbal balik).

Hal mendasar berkenaan dengan pemahaman charis dalam tatanan masyarakat primitif, Graeco-Roman dan Yahudi kuno adalah konsep memberi, menerima dan mengembalikan pemberian. Tindakan memberikan charis kurang lengkap (tak sempurna) bila dipisahkan dari tindakan mengembalikan apa yang telah diterima (baca juga tulisan Seneca, seorang filsuf yang hidup sejaman dengan rasul Paulus). Dengan demikian, kita sebagai penerima kasih karunia harus atau wajib membalas pemberian Allah. Mungkinkah?

Kompasianer, ada dua pendapat yang mengatakan bahwa: pertama, manusia tidak pernah dapat membalas anugerah kasih Allah dengan nilai yang sebanding. Kedua, Tuhan tidak perlu dan tidak pernah mengharapkan balasan apapun dari manusia. Namun, Philo, seorang filsuf Yahudi yang dibesarkan dalam tradisi Helenistik mendapati bahwa membalas anugerah Allah bukan dalam korban persembahan (sacrifice), melainkan dalam ucapan syukur dan pujian.

Meskipun tidak akan pernah sebanding, namun Paulus menegaskan bahwa memuji Tuhan dan mengucap syukur (Ef. 5:19-20) merupakan tindakan membalas anugerah Allah yang paling maksimal dari kita kepada Dia (bnd. Mzm. 50:14,23). Dalam kultur Graeco-Roman diasumsikan juga bahwa penerima-penerima anugerah akan mencerminkan karakter pemberi-pemberi anugerah.

  • Perhatikan Efesus 2:10, "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Lihat juga Ef. 4:24)
  • Perhatikan Efesus 5:1-2, "Jadilah penurut-penurut (peniru-peniru) Allah ... hiduplah di dalam kasih sebagaimana Kristus Yesus mengasihi dan menyerahkan diri-Nya bagi kita."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun