Mohon tunggu...
Ragu Theodolfi
Ragu Theodolfi Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat seni, pencinta keindahan

Happiness never decreases by being shared

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Kasih di Meja Makan

11 Juni 2021   06:00 Diperbarui: 11 Juni 2021   06:16 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rutinitas yang Saya lakukan ketika berada di bangku SD atau SMP hampir sama dengan kebanyakan anak seusia Saya pada jaman itu. Pagi-pagi sudah harus berjuang melawan dinginnya udara yang menggigit dan juga dinginnya air yang setia menunggu di pagi hari. Tidak ada pemanas air atau kompor untuk menjerang air. Benda-benda itu tidak pernah Saya lihat semasa kecil, hanya dipakai oleh keluarga yang kaya. Jadi, kalau ingin membersihkan diri pakai air panas, harus berjuang untuk menyalakan tungku kayu bakar. Untungnya, almarhum ibu Saya selalu berbaik hati menyediakan air  panas satu panci besi ukuran besar yang warnanya hitam pekat akibat terpapar jelaga setiap hari.  Karena kami adalah keluarga besar, tujuh bersaudara, ditambah orangtua, serta anggota keluarga lainnya dari kampung, maka air yang ada harus dimanfaatkan dengan baik, alias berhemat, maksimal dua gayung untuk tiap anak.  

Mandi adalah hal yang berbeda. Kami tidak melakukannya setiap hari, apalagi di pagi hari. Udara yang dingin dan air yang sedingin es akan membuat kehebohan di kamar mandi karena pasti akan terdengar jeritan karena kedinginan sambil mencoba melompat-lompat di kamar mandi untuk melawan rasa dingin. Waktu yang dipilih untuk mandi, biasanya dilakukan di siang hari, tapi itupun tidak setiap hari, paling banter dua hari sekali. Dinginnya udara di pagi hari tidak mematahkan semangat kami untuk tetap bangun pagi, berdoa, membersihkan diri meskipun itu hanya mencuci muka, kaki dan tangan serta menggosok gigi. 

Setelah makan pagi, kami akan berpamitan dengan orangtua dan segera berangkat ke sekolah. Di siang hari, setelah pulang sekolah, setiap anak siap mengerjakan kewajibannya membantu orangtua, menyapu, membereskan peralatan makan dan lain-lain. Karena di rumah banyak anggota keluarga dari kampung  yang menumpang tinggal, maka biasanya Saya akan mengajak mereka bercerita, selalu pura-pura sibuk mendengarkan cerita mereka, sesekali menimpali, sampai saudara Saya selesai membereskan rumah; sebagai bayarannya Saya memilih untuk menghibur mereka dengan nyanyian. Saat bertemu kembali dengan mereka beberapa tahun kemudian, inilah hal yang selalu diingat mereka. 

Ritual berikutnya di siang hari adalah tidur siang, dan bagi almarhum ibu, itu adalah hukum yang tidak boleh dibantah oleh kami semua, karena setelah itu anak-anak sekolah harus belajar mandiri di sekolah-kami menyebutnya studi sore- selama satu setengah jam, dari jam tiga hingga setengah lima sore.  Bahkan untuk itu, murid yang tidak hadir mengikuti studi, akan dikenakan sanksi keesokan harinya. Ini berlangsung setiap hari selama seminggu, kecuali hari Sabtu dan Minggu.  Ada cerita cinta monyet di sana, mengagumi teman sekolah, merasakan 'butterfly' di perut, wajah yang memerah ketika mendapatkan surat cinta yang ditulis di atas kertas wangi berwarna-warni yang sangat viral di masa itu, dan semua itu membuat hidup terasa lebih hidup!

Ceritakan kisahmu di meja makan

Kembali ke suasana rumah yang hangat adalah saat yang paling ditunggu semua anggota keluarga. Sambil membantu ibu menyiapkan makan malam sederhana bagi kami, biasanya kami akan berebutan berada di sekitar tungku api tanah yang dipadatkan, yang kami sebut 'sapo', semacam meja besar terbuat dari tanah, tempat meletakkan kompor.  Suasana dapur yang hangat dan ramai harus segera diakhiri ketika masakan ibu berpindah ke meja makan yang telah ditata rapi dengan piring dan sendok, serta gelas berisi air minum hangat.  Ini menjadi moment yang sering ditunggu setiap hari. Kalau pagi hari, semua anak memang sarapan di meja makan, namun dilakukan dengan terburu-buru karena jam 06.30 sudah harus berangkat ke sekolah. Demikian juga di siang hari, karena tidak semua orang dalam rumah pulang sekolah atau bekerja dalam waktu bersamaan.  

Kebersamaan yang terjalin di meja makan selalu meninggalkan memory yang manis. Makan malam kami selalu diawali dengan doa ucapan syukur untuk semua berkat yang diterima pada hari itu. Di meja makan akan ada pembelajaran tentang sopan santun, bagaimana menghargai orang yang lebih tua, menghargai orang yang sedang berbicara dan lain-lainnya. Setelah makan malam selesai, kami tidak langsung meninggalkan meja makan. Banyak cerita yang mengalir di sana, hangat dan mengalir begitu saja.  Menanyakan hal apa yang terjadi pada hari itu, apakah ada masalah yang terjadi. Nasihat yang terbaik dari orangtua akan didapatkan pada saat duduk bersama di meja makan, tidak hanya ditujukan untuk seorang anak saja, namun ditujukan untuk semua anak dan anggota keluarga lainnya.  Setelah semuanya selesai, kami beranjak dari sana setelah mengucap syukur untuk makanan yang telah kami santap, membersihkan kembali semua yang telah kami gunakan pada malam hari itu. Di meja makan banyak hal yang terjadi, di meja makan selalu ada kasih, ada kesabaran, ada  cinta yang hangat. 

Duduk bersama di meja makan dan berbagi cerita di sana menjadi hal yang sulit dilakukan sekarang. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun