Kedua fenomena sosial diatas dapat terjadi karena dilatarbelakangi oleh beberapa alasan umum antara lain.
- Pola pikir yang fanatik.
- Ketidakpuasan terhadap rezim penguasa.
- Perbedaan pandangan dan ideologi.
- Latar belakang keluarga.
- Pola pendidikan yang menyimpang.
- Ketidakadilan yang dirasakan.
- Pernah mengalami kejadian traumatis.
Perkembangan terorisme dan radikalisme saat ini semakin mengkhawatirkan karena tidak lagi dilakukan oleh individu, melainkan sudah terstruktur dan terorganisasi dengan baik.
Lahirnya kelompok-kelompok terorisme dan radikalisme menjadi sebuah ancaman yang pasti dan serius bagi kita bersama. Oleh karena itu kita perlu memahami bagaimana mekanisme kelompok ini bekerja mulai dari perekrutan, pendanaan hingga pelaksanaan aksi-aksinya.
Dalam tulisan kali ini, saya akan mengupas lebih dalam mengenai proses perekrutan, indoktrinasi serta brainwashing atau cuci otak pelaku terorisme dan radikalisme.
Semisal ada divisi perekrutan yang bertugas mencari pengikut sebanyak-banyaknya. Divisi sumber finansial yang bertugas mencari sponsorship dan keuangan. Divisi lapangan yang mengkoordinasikan semua aksi teror mulai dari persiapan, pemilihan sasaran hingga pelaksanaan.
Mereka semua akan bertanggungjawab kepada pada elite kelompok masing-masing. Para elite terdiri atas para pemimpin organisasi.Â
Parahnya lagi ialah kelompok-kelompok ini tidak hanya memiliki kekuatan dalam negeri tetapi ada sebagian yang berafiliasi dengan jaringan internasional. Artinya dari segi pendanaan semakin kuat sehingga untuk memberantas mereka diperlukan upaya ekstra keras.
Sepak terjang divisi rekrutmen anggota teroris cukup menarik perhatian saya. Ada satu metode yang paling sering mereka lakukan yang disebut dengan "Brainwashing" atau cuci otak. Dari sudut pandang psikologi, brainwashing merupakan reformasi pikiran atau thought reform.Â
Brainwashing adalah sebuah proses penanaman nilai dan rekayasa cara berpikir seseorang yang dilakukan melalui langkah-langkah terukur, sehingga membuat orang tersebut secara tidak sadar menuruti semua perintah dan perkataan orang dan/atau kelompok tertentu.
Abdul Rahman Ayub, mantan penasihat Jemaah Islamiyah (JI) yang mengaku pernah mendoktirn banyak orang di Indonesia, Malaysia, Filipina dan Australia menjelaskan bahwa pola rekrutmen kelompok radikal atau teroris sebenarnya hampir sama.Â