Kita tidak mendapatkan penjelasan tentang mengapa hal itu boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.Â
Di sinilah awal mula perdebatan itu lahir. Karena sesuatu yang menurut Anda baik dan benar belum tentu baik dan benar buat orang lain.
Kita sangat kurang mendapatkan pemaparan secara holistik tentang kenapa dan mengapa ini sejak kecil. Kalau pun pernah, seringkali hanya dari perspektif yang sangat terbatas. Jarang sekali kita mendapatkan pengetahuan soal standar-standar benar dan salah yang dianut oleh orang atau kelompok lain.
Nah karena minimnya pengetahuan soal perspektif inilah yang kemudian menyebabkan susahnya orang untuk saling memahami satu sama lain. Apalagi kalau sudah menjurus pada perdebatan berdasarkan ideologi, pengalaman, dogma serta ajaran yang pernah diterima.
Sehingga bisa jadi apa yang kita anggap baik, menurut orang lain adalah perbuatan tercela. Atau sebaliknya sesuatu yang kita nilai salah, justru benar buat orang lain.
Jurang perbedaan itu akan semakin membesar jika ego bernama 'Aku' kita jadikan pijakan. Perdebatan tidak akan ada habisnya karena masing-masing menilai dirinya benar.
Seorang pskologis sosial asal Amerika bernama Jonathan Haidt yang juga penulis sebuah buku berjudul "The Righteous Mind" pernah merangkum setidaknya ada 6 landasan moral yang berlaku secara umum. Hal ini mampu menjawab banyak pertanyaan tentang standar atau dasar moral.
Menariknya setiap orang memiliki landasan yang bisa jadi sama, berbeda serta variasi dari landasan-landasan tersebut.Â
Kondisi ini tergantung dari budaya, kepribadian, pengalaman dan lingkungan masing-masing. Berikut ini keenam landasan moral yang umumnya berlaku di masyarakat.