Dalam perjalanan pulang pria pegawai kecil pada suatu kantor swasta ini mampir di beberapa toko penjual parcel lebaran. Dia berharap ada harga discount sesuai dengan uang yang dimiliki. Namun apa daya seluruh parcel itu di label dengan harga diatas 300.000 rupiah. Terlintas dalam pikiran apakah akan menjual jam tangan atau handphone untuk menutupi kekurangan uang pembeli parcel sesuai permintaan An Nissa.
Terbayang di angan angan Adrizal, betapa senangnya An Nissa ketika ada mobil mengantar parcel ke rumah. Mobil itu mengantarkan banyak sekali parcel kiriman dari beberapa rekanan, kiriman dari beberapa pejabat dan kiriman dari siapa saja yang terkait dengan perkerjaan.
Khayalan itu seiring dengan yang disaksikan oleh putrinya ketika menyaksikan tetangga sebelah mendapat kiriman hadiah lebaran. Ada rasa terhormat, ada rasa bangga disana, namun apakah hadiah itu murni pemberian ikhlas ataukah terkait dengan jabatan ?
Tiba tiba Adrizal terbangun dari khayalan. Pria santun ini merasakan ada tangan yang menepuk pundaknya dari arah belakang. Terkejut dan langsung menoleh siapakah gerangan yang menyapa dengan begitu akrab ?. Sesaat Adrial terkesima, siapa orang ini rasanya pernah melihatnya, tapi dimana. Memory Adrizal berputar keras untuk mengingat ngingat siapa pemuda parlente yang berdiri di hadapannya.
Pemuda itu tersenyum membiarkan Adrizal mengira ngira dan menerka siapa dia.
" Abang lupa sama saya ? " Masih ingat persahabatan kita di pesantren ?"
Seketika kenangan meluncur ke sepuluh tahun lalu, siapa anak muda ini, dimana kami pernah bertemu. Adrial mengernyitkan dahi berpikir keras sambil mengurai perjalanan hidup ketika mondok di pesantren Haji Dahlan.
" Saya Muchlis bang, masa Abang lupa" ,.....
" Masya Allah dikau Muchlis ? maaf saya tidak bisa mengenal mu dinda. banyak sekali terjadi perubahan pada dirimu."
"Ya bang selepas pesantren saya di kirim Ayah ke Yaman, melanjutkan pengajaran agama islam disana selama 5 tahun."
Sepuluh tahun tak bersua kedua sahabat karib mengulang cerita lama. Adrial sesungguhnya adalah mentor Muchlis. Anak dari keluarga kaya raya super bandel. Muchlis ketika itu menolak di pondokkan oleh keluarga di pesantern Haji Dahlan Bin Affan.