Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Amien Rais Mengganti Revolusi Mental Menjadi Revolusi Moral

12 Januari 2019   14:52 Diperbarui: 12 Januari 2019   15:01 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Revolusi Mental yang digelindingkan Jokowi-JK sudah menggelinding 4 tahun lebih. Ada sejumlah keberhasilan, dan sejumlah "kemandegan" program yang memenangkan presiden orang Solo yang disebut Ketum PDI Perjuangan: Si Kerempeng.

Mendekati Pilpres dalam Pemilu April mendatang, Revolusi mental dikritisi oleh senior -- bahkan disebut Jokowi sebagai dosennya di UGM -- Amien Rais. Dan Sang lokomotif Reformasi menandinginya dengan sebuah buku bertajuk:  'Hijrah: Selamat Tinggal Revolusi Mental, Selamat Datang Revolusi Moral'.

"Saya mengatakan bahwa rezim Jokowi ini tidak punya moral kompas. Tidak punya kompas paradigma atau penunjuk moral, sehingga sangat lemah," ucap Amien saat peluncuran buku itu di Jalan Daksa I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (11/1).

Kontan  buku itu disikapi oleh kubu Jokowi, di antaranya jubir TKN Irma Suryani Chaniago. "Di masa tua, narasi-narasi yang keluar dari mulutnya bukan kebajikan tapi hinaan-hinaan, dan ending-nya, tokoh seperti ini akan jatuh dalam lubang kehinaan," ucap Irma.

Hemat saya, ini lumayan. Karena sebuah buku ditulis, yang tentu dan lazimnya berbeda dengan sebuah orasi atawa kampanye. Persisnya, ada nalar, dan runtutan pemikiran serta logika dan argumentasi yang bisa diterima akal sehat (common sense).

Layak saja buku bermunculan di saat musim kampanye dan utamanya Pilpres yag memanas kini. Meski, dalam perkara buku, bangsa ini gagap mengejanya. Apalagi di era minlenial atawa media non-konvensional. Semua serba yang cepat saji dan tidak mremet membacai huruf-huruf yang menjadi kata lalu kalimat dan sebuah bab hingga menjadi judul buku yang "bisa disimpulkan".

Dari sebuah buku, semestinyalah bagian dari perjalanan dan pembelajaran politik saat-saat pesta demokrasi sedang berlangsung. Ya, ketimbang perang kata-kata dan hoaks pula, ujungnya. Karena dalam menulis, selazimnya, ada data, analisis dan argumentasi yang tidak ngawur. Tidak ugal-ugalan, dalam bahasa Ace Sadzaly, jubir Jokowi yang lain. "Analisisnya jadi ugal-ugalan, rujukannya juga tidak kuat, diisi dengan prasangka dan ditulis dengan rasa penuh kebencian pada Jokowi," tutur Ace.

Narasi yang dibangun sekelas Amien Rais, mestinya menjadi seperti yang diucapkannya "kompas" bagi penerang perang Pilpres yang kian hots -- menjelang debat capres mendatang yang penuh dengan debat sebelum acara sesungguhnya berlangsung.

Setidaknya pula, seperti rujukan yang digunakan Prof Amien Rais pada bukunya kali ini. Dia mengatakan isi bukunya juga berisi kutipan dari John Buchan, sejarawan dan novelis Skotlandia. Revolusi moral, menurut dia, lebih penting ketimbang revolusi mental.

Tersebab yang mengatakan orang yang belakangan kerap memanaskan politik negeri ini hingga memicu bagi kubu sebrang Amien yang berada di Paslon 02.  Sehingga Irma, segera menyolot dengan gagah: Besok, saya akan menulis buku dengan judul " Taubat". Siapa yang dimaksud? Anda, yang cerdas, punya jawaban yang saya kita takkan salah.

Bagus. Kita tunggu.  

***

sumber

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun