Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mbah Ruslan Hadir di Pemalang sebagai Makhluk Aneh

1 September 2018   08:43 Diperbarui: 1 September 2018   08:55 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruslan Nolowijoyo, ketika masih muda dan energik. (dok pri)

Seingatku, hanya dia yang menaggilku di Pemalang dengan sebutan: Bung. Tak ada niat mengoreknya. Membiarkannya, hingga beberapa lama dan kemudian dia menatap kosong saat kusambangi pada malam terang bulan, bukan bulat memang, di sebuah Desa Penggongsoran di depannya ada kali berair kecil di musim kering.

"Ini aku, Mbah," aku menyebutkan diri dalam jarak dua puluh sentimeter di depan matanya.

Tak ada reaksi dari lelaki yang lebih tua lima tahunan dariku. Ia nyaris sebetang tubuh kurus, masih berambut gondrong dengan tatapan entah. Padahal, ia berakting bagus untuk film sejarah Babat  Pemalang. 

"Dia paling bagus aktingnya dari seluruh pemain wong Pemalang dalam film itu," kata Toro Margens kepadaku suatu ketika di Jakarta. Ya, Mas Toro sendiri memang bermain di film itu. Sekaligus Sutradara.

Toro Margens, kebanggaan wong Pemalang, tidak sedang memuji. Karena aku tidak memintanya. Namun Ruslan Nolowijoyo, yang kemudian hari kupanggil Mbah Ruslan, setidaknya punya peran di jagad Pemalang, kota kelahiranku dan Mas Toro, sang aktor antagonis van Paduraksa -- sepelemparan dari peristirahatan terakhir Ruslan di Penggongsoran. Yang malam itu sengaja kami -- Agus Muja (Bajul), Karikaturis Inung, dan Abbas -- buru sejak RS Prima Medika sebelah kidul Terminal bis Pemalang. Padahal, aku baru dari Jakarta persis di Idul Adha. Belum istirahat.

Malam Ba'da Haji itu, aku benar-benar melihat sesosok Mbah Ruslan tak berdaya. Yang sebelum Idul Fitri kutawari untuk ikut menulis di PPI -- Persatuan Penulis Indonesia -- yang kugawangi bersama penulis politik Yon Bayu dan Isson Khairul -- jurnalis dan pemimpin Redaksi majalah Ibukota. Ia menyatakan sanggup, meski menjelang hari H-nya ia secara jantan mengatakan: saya mundur karena kesehatan, Bung.

Ruslan pernah berkomentar aneh. Saat aku, TS, menulis sebuah biografi wong Pemalang. "Seharusnya ia yang bangga ditulis oleh penulis dari pusat," katanya, ketika Mbah Ruslan mendengar selentingan ketidaknyamanan orang yang kutulis itu. Apalagi kata pengantarnya Tokoh Lokomotif Reformasi.

Ia memang begitu. Termasuk ketika aku mendampingi WS Rendra di Pemalang untuk acara lunstrum SMANSA (dengan Dino penggeraknya) dan dibantu seniman Jecki melihat sebuah adegan miris. Sang Buruk Merak memarahi seorang pejabat. Hingga menangis. Dan aku, tak bisa membelanya. Mbah Ruslan membenarkannya maah. Karena, ia mengatakan: di Pemalang memang banyak pejabatnya tiarap dan nggak bener.

Ada saatnya, Mbah Ruslan menjelma menjadi sosok yang aneh, dan super. Maksudnya, ideal yang kelewat-lewat jika melihat dan menilik kehidupannya yang minus -- termasuk hari-hari akhir ia ditolong oleh Mas Agus seniman pematung dan keluarganya.  Betapa tidak. Ia pernah menolak uang pemberian nara sumber (pejabat) cukup besar untuk ukuran awak media daerah, dan celakanya uang itu diambil alih oleh oknum wartawan koleganya. Bajingan!

Ruslan punya banyak keinginan. Termasuk suatu ketika ia melukis, meski bentuk dan ekspresinya nggak jelas. Lalu memotret, dan pernah bilang: Bung Thamrin nanti jadi kuratornya, ya. Foto saya banyak. Hingga kemudian ia menyatakan menulis novel sejarah Pemalang. Dan ketika saya sudah menerbitkan beberapa buku belakangan, ia merasa memelas.

Mbah Ruslan setahun terakhir setidaknya. Senang menulis perihal koruptor. Termasuk perihat LP Sukamiskin, Bandung yang menernak para pengganggsir uang rakyat itu. Tulisannya kadang full emosi(onal). Yang aku sering menyebutnya cemplang-cemplung.

Selamat Jalan, Mbah Ruslan. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun