Ini yang tak dipikirkan oleh para teroris. Jika mereka tewas dalam operasinya -- misalnya meledakkan bom atau dengan bom bunuh diri -- kesulitan mencari tempat pemakaman dirinya. Yang mengenaskan, apabila kerabatnya pun memalingkan wajah alias tak bersedia menerimanya. Khawatir, takut dan bingung jika mesti menerimanya. Mengingat tetangga dan lingkungan para teroris itu menolak pemakaman mereka.
"Saya tak mau disalahkan. Saya mesti menunggu rekomendasi MUI," kata Walikota Surabaya Bu Risma menjawab wartawan kenapa belum memakamkan jenasah para teroris di wilayah Surabaya. Bu Risma terus blusukan dan mendatangi gereja-gereja yang diserang bom bunuh diri keluarga itu. Agar waspada, dan tak lagi kecolongan dengan aksi teror kaum radikal ini -- apa iya dengan anak-anak teroris itu juga?
Hingga Minggu (20/5) siang ini, paling tidak ada tiga jenasah di RS Bhayangkara Surabaya yang belum dikebumikan. Seperti dilansir Kompas TV, Minggu (20/5) pukul 12. 10 di sela-sela reporternya mengabarkan para napi teroris dari LP Nusakambangan akan dipindah ke LP Gunung Sindur, Bogor.
Bagaimana nasib kelanjutannya? MUI, bukan Kemenag, merekomendasikan untuk segera memakamkan jenasah para teroris itu. "Jenazah harus tetap dimakamkan. Kami sudah bertemu dengan para kiai dan Wali Kota Surabaya melalui jalur kemasyarakatan umat," ujar Sekrataris MUI Kota Surabaya  Moch Munief, Minggu (20/5/2018).  Â
Melegakan. Ada pemaafan. Ini bukan masalah politis atau birokrasi. Namun lebih kepada "kemanusiaan" sebagaimana makhluk sosial yang hidup di tengah masyarakat.
Inilah yang menyentak kita dalam hidup bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial yang hidup berdampingan dengan kita yang dianggap oleh mereka sebagai "kaum kafir". Kaum yang perlu dilenyapkan oleh mereka yang sesungguhnya minoritas itu.
Andai saja (jenasah) mereka sampai terlantar, apa akan berpikir ulang perihal meneror dan mengebom orang lain? Apalagi menyeret kerabat menjadi "terkucil" dan tak ingin menanggung beban ulahnya?
Jenasah teroris yang beberapa hari tak kunjung dimakamkan, adalah buah dari ulah mereka? Kita tak bisa menjawab dengan pasti -- mesti dalam hati punya jawaban. Ini mesti dibedakan dengan mereka (jenasah teroris) yang sudah tak bisa menjawabnya pula. *** Â