World Book Day
23 April is a symbolic date for world literature.
Islamic Book Fair (IBF), usai sudah dihelat di Jakarta Contention Centre, Minggu (22/4) kemarin. Sehari setelah Hari Kartini yang monumental membukukan catatan-catatannya yang kemudian diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang .
Di acara IBF itu, banyak tokoh hadir sebagai penulis maupun sebagai obyek dibukukan dalam biografi, misalnya. Semisal Syafii Maarif, Din Syamsudin, Gus Solah, dan dai yang sedang kondang Ustadz Somad. Deret penulis top pun ikut ambil bagian. Ada Tere Liye, Habibburrahman Shirazzy, Asma Nadia, sampai Hanum Rais.
Buku, selazimnya menjadi penerang kegelapan peradaban manusia. Hingga kini, pada era milenial sekalipun. Sebab, membaca buku, seperti dikatakan budayawan Emha Ainun Nadjib dalam acara 50 tahun majalan Horison di TIM tak ubahnya mengebet-ngebet halaman bak membaca Al-quran. Sakral untuk memperbarui iqro kita pada alam semesta, dan literasi terkecil bagiannya.
Negeri berpenduduk 260 juta jiwa, toh masih cukup banyak yang belum melek huruf. Angkanya, 5. 984. 075 orang, dan Jawa Timur tertinggi: 943. 683 orang. Seperti yang dilansir Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Badan Pusat Statistik, angka-angka yang masih mencengangkan jika menilik sekarang eranya milenial.
Menjual buku kian sulit? Barangkali terobosan yang digunakan Mizan, penerbit buku Islami dari Bandung benar. Sehingga Peter Andriaan Walandouw, Manajer Marketingnya bercerita kepada penulis, sedang mengembangkan marketing digital. Sebagai siasat mengikuti arus bagaimana menawarkan produk buku yang sesungguhnya tak mudah.
Masih Terseok-seok
Mengacu dengan temuan Unesco (Badan Dunia perihal Kebudayaan), tingkat membaca warga negeri ini masih tak bergerak maju. Hanya per orang dari seribu orang yang membaca secara serius buku. Apa pun, itu tak membuat kita yang old lebih senang dengan yang berbau gambar dan hal-ahal yang menyenangkan. Sehingga KPBA (Kelompok Pencinta Buku Anak) dengan motornya Murti Bunanta hanya bisa mengelus dada. Belum lagi minat baca anak-anak kita terhadap teks sudah diserbu media pandang dengar bernama telivisi. Ditambah kini, medsos yang berbasis IT.