Mohon tunggu...
Thalita Umaveda Al Hayya
Thalita Umaveda Al Hayya Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga-20107030053

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga NIM 20107030053

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Stop Menjadikan Anak sebagai "Bahan Investasi"

16 Maret 2021   10:12 Diperbarui: 16 Maret 2021   10:28 948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum membahas lebih lanjut, mari kita cari tahu terlebih dahulu apa arti dari kata 'investasi' itu. Apabila dilihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, investasi dapat diartikan sebagai penanaman modal atau uang pada suatu perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Sementara jika kata investasi disini dikaitkan dengan hubungan antara orang tua dan anak, maka anak hanya akan dijadikan sebagai seseorang yang akan menguntungkan orang tuanya di masa yang akan datang.

Saya akan bertanya kepada para orang tua. Apa alasan anda ingin memiliki anak? Apakah karena iri melihat teman sebaya sudah memiliki momongan? Di suruh orang tua yang sudah tidak sabar ingin memiliki cucu? Atau, karena hanya ingin memiliki keturunan saja?

Banyak orang tua yang mengatakan jika anak adalah anugerah dari Tuhan yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Anak harus dirawat, dibiayai hidupnya, dan lain sebagainya. Namun ada sebagian orang tua yang bersembunyi dibalik kalimat 'anak adalah titipan dari Tuhan' yang harus dibiayai hidupnya agar kelak memberikan 'keuntungan' bagi mereka di kemudian hari.

Oke, simpelnya begini, banyak orang tua mengatakan jika mereka membiayai kehidupan sang anak mulai dari sekolah dan lain sebagainya. Untuk apa? Agar saat orang tua sudah masuk ke usia lanjut, para anak akan bergantian melakukan hal yang sama. Mungkin kita sering mendengar kalimat yang keluar dari mulut seorang ibu seperti, "Ibu sudah capek-capek melahirkan kamu, bertaruh nyawa, mengandungmu selama sembilan bulan, menyekolahkanmu, lalu dimana balas budimu?"

Secara langsung orang tua hanya ingin anak tumbuh untuk membalas budi, investasi jangka panjang, mendapatkan feedback. Alhasil, anak akan berpikir jika ia dilahirkan hanya untuk 'kebutuhan' orang tuanya saja. Terdapat beberapa alasan mengapa orang tua tak boleh menjadikan anaknya sebagai investasi.

Anak akan merasa tertekan

Akan sangat mungkin terjadi jika orang tua yang hanya menganggap anaknya sebagai investasi, maka saat anak sedang melakukan pekerjaan atau menyelesaikan pendidikannya ia akan sangat tertekan. Pikiran-pikiran jika kelak ia harus sukses dan harus memberikan timbal balik kepada orang tuanya akan membuatnya merasa ia hanya digunakan sebagai sebuah 'objek'. Dan jika kelak orang tua mengatakan jika anak tidak dapat menjadi apa yang selama ini diinginkan oleh orang tuanya, maka anak akan paham jika selama ini orang tuanya tidak tulus membiayai segala kehidupannya.

Semua anak tidak bisa menjadi apa yang orang tua inginkan

Setiap anak memiliki kemampuannya masing-masing, dan pasti semua anak juga ingin membuat orang tuanya bangga dan bahagia. Namun ketika orang tua sudah memiliki mindset jika anak adalah investasi. Maka pola asuh yang dilakukan orang tua akan berbeda. Orang tua akan mendidik anaknya untuk berjalan menuju ekspetasi mereka. Dear parents, buanglah jauh-jauh ekspetasimu kepada anak. Setiap anak memiliki sesuatu yang spesial dalam diri mereka. Kelak mereka akan menjadi sukses dengan cara mereka sendiri.

Anak akan iri dengan kehidupan orang lain

Ketika anak dipaksa untuk melakukan sesuatu oleh orang tuanya, maka tak jarang anak akan  menjadi stress dan berpikir jika ia hidup dalam lingkup keluarga yang buruk. Sehingga saat ia bertemu dengan teman atau orang lain yang memilki kehidupan keluarga yang harmonis, dan apapun pekerjaan yang dilakukan oleh orang lain selalu diberikan support oleh keluarganya maka anak akan menjadi iri. Sifat iri ini akan berubah menjadi perasaan benci apabila anak lama kelaman merasa muak dengan keluarganya sendiri yang banyak menuntut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun