Mohon tunggu...
Teti Taryani
Teti Taryani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru yang suka menulis. Author novel: Rembulan Merindu, Gerai Kasih, Dalam Bingkai Pusaran Cinta. Kumcer: Amplop buat Ibu, Meramu Cinta, Ilalang di Padang Tandus. Penelitian: Praktik Kerja Industri dalam Pendidikan Sistem Ganda. Kumpulan fikmin Sunda: Batok Bulu Eusi Madu, Kicimpring Bengras.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Aku Spesial

21 Februari 2023   23:26 Diperbarui: 21 Februari 2023   23:41 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/id/photos/matahari-terbenam-bayangan-hitam-3087474/

Memiliki kulit putih mulus adalah idaman setiap orang. Betapa tidak, dengan kulit mulus setiap orang bisa bergerak bebas. Tak perlu takut jika tangan dan kakinya terlihat orang lain. Tak perlu selalu mengenakan baju lengan panjang. Tak perlu takut pada matahari. Bahkan pesona kulit putih selalu menarik perhatian, disukai banyak teman, hingga bakal terpilih jadi kekasih idaman.

Aku menyeka bulir-bulir keringat yang bertengger di pucuk hidungku. Setiap hari aku merasa, cahaya mentari seolah tak henti memperkuat warna kulitku. Dari sawo matang hingga berangsur menjadi gelap. Setiap kali menatap wajahku di cermain, aku ingin berontak. Entah pada siapa. Entah seperti apa harus kuungkapkan rasa ketidakadilan yang menimpa tubuhku. Yang kulakukan hanyalah menangis sepuasnya sambal menenggelamkan wajahku di bantal lusuh milikku.

Apa pun tindakan kekesalan yang kulakukan, emak selalu datang membelai punggungku dengan penuh sayang. Kata-kata lembut emak senantiasa menyederhanakan kemarahanku.

"Tidak semua orang mendapat tanda sayang dari Sang Penguasa Siang, Nak! Tanda sayangnya meresap hingga mewarnai kulitmu. Sesungguhnya warna kulitmu banyak diidamkan orang sana. Lihatlah bule itu. Mereka berjemur hingga berjam-jam berharap cinta mentari akan meresap dalam kulitnya. Mereka mencari pantai tropis agar kulitnya berubah warna dan tidak pucat seperti itu. Hingga bertahun-tahun mereka tetap melakukan hal itu. Sedang hasilnya tak seberapa. Kulit mereka tetap pucat. Bukankah itu pertanda bahwa kau lebih spesial dari mereka?"

Aku tersenyum untuk menyenangkan emak. Meski perkataannya benar, aku tetap berharap memiliki kulit putih mulus.

Hingga kujalani kehidupan di masa dewasa, kulitku tak berubah warna meski kugunakan berbagai krim pemutih. Anehnya, beberapa fotografer menyukai keberadaanku. Kata mereka kulitku bersinar lembut. Diajaknya aku untuk mengenakan berbagai gaun untuk beragam kesempatan. Hanya saja, aku menolak jika diminta mengenakan baju berbahan minim. Bagaimana mungkin aku harus memamerkan kaki dan tubuh gelapku. Aku menurut saat diminta berpose dan bergaya. Kata mereka pula wajahku eksotis. Mataku indah meski dikelilingi kulit wajah yang gelap. Fotoku terpajang di berbagai media massa. Nasibku berubah. Emak pun kubawa umrah.

Kini aku tak lagi berharap kulit putih mulus. Benar kata emak. Kulitku memang spesial.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun