Mohon tunggu...
Teti Taryani
Teti Taryani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru yang suka menulis. Author novel: Rembulan Merindu, Gerai Kasih, Dalam Bingkai Pusaran Cinta. Kumcer: Amplop buat Ibu, Meramu Cinta, Ilalang di Padang Tandus. Penelitian: Praktik Kerja Industri dalam Pendidikan Sistem Ganda. Kumpulan fikmin Sunda: Batok Bulu Eusi Madu, Kicimpring Bengras.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bantuan dan Kemudahan Berujung pada Saran yang Mangkus dan Sangkil

24 Januari 2023   20:24 Diperbarui: 24 Januari 2023   20:31 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kelas Bisnis Digital di SMKN 1 Tasikmalaya (dokpri)

Oleh: Teti Taryani

Kesalahanku adalah terlalu menghayati semua yang kusaksikan. Terlalu membawa perasaan pada setiap langkah dan tugas yang kujalani. Teramat simpati pada segala ekspresi dan keluh kesah yang kulihat dan kudengar.

Begitulah. Setelah dua kali home visit pada Maul karena pada bulan pertama semester kesatu jarang masuk sekolah, maka menjelang bulan kedua kucari rumahnya dan kulakukan home visit untuk mengetahui kebenaran alasan ketidakhadirannya di sekolah. Ternyata anak ini setiap hari berangkat dari rumah namun tak pernah sampai di kelas.

Kumanfaatkan kunjungan itu untuk menyimak paparan perjalanan hidup keluarga yang berputra lima dengan kondisi yang sangat sederhana ini. Sungguh, aku terhanyut dalam keprihatinan. Satu putra sulungnya, drop out dari SMK. Satu anak perempuannya dalam kondisi berkebutuhan khusus. Dua lagi saat ini masih duduk di kelas tiga dan lima sekolah dasar.

Bersama kelas Produksi Film (dokpri)
Bersama kelas Produksi Film (dokpri)

Sementara itu, ayahnya yang belum mencapai usia lima puluh tahun, tidak bekerja. Kalaupun mendapat pekerjaan entah memperbaiki genting, menyabit rumput, hanya sekali-sekali saja. Kesehariannya hanya nongkrong di gardu tempat ronda atau di pinggir jalan. Yang dilakukan hanyalah menghamburkan obrolan yang tak berujung. Istrinya jadi pekerja harian membantu tetangganya. Dengan penghasilan dua puluh ribu rupiah sehari, mereka menjalani hidup yang penuh halang rintang.

Meski aku tahu, baperan sebenarnya perbuatan tak berguna, nyatanya aku tak bisa menghentikan rasa simpati dan empati yang muncul tak terbendung sebagaimana air yang berdesakan keluar dari lubang yang tersumbat. Kucoba mencari langkah agar Maul tidak putus sekolah sebagaimana nasib yang menimpa kakaknya.

Kucari solusi dengan membawa masalah ini ke ranah obrolan dengan rekan sejawat. Karena rekanku rata-rata berhati emas, banyaklah yang ikut bersimpati dan menyumbang rupiah, lalu dikumpulkan hingga bisa digunakan untuk membayar biaya sekolah berkaitan dengan keperluan seragam dan kelengkapannya. Sebagian dana disisihkan dan digunakan untuk bekalnya sehari-hari.

Berdasar cerita yang kusampaikan, paksu orang terdekatku, tergerak hatinya untuk menyumbangkan sepeda yang sangat layak pakai untuk membantu mengatasi ketiadaan ongkos untuk menuju sekolah. Sepeda itu biasanya dipakai paksu untuk berolahraga.

Jarak tempuh dari rumah Maul ke sekolah sekira tiga kilometer. Selain hemat ongkos, sepeda akan membantunya menjadi siswa yang sehat dan kuat. Beberapa orang temannya yang bertempat tinggal tak jauh dari rumahnya, juga menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi ke sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun