Mohon tunggu...
Teti Taryani
Teti Taryani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru yang suka menulis. Author novel: Rembulan Merindu, Gerai Kasih, Dalam Bingkai Pusaran Cinta. Kumcer: Amplop buat Ibu, Meramu Cinta, Ilalang di Padang Tandus. Penelitian: Praktik Kerja Industri dalam Pendidikan Sistem Ganda. Kumpulan fikmin Sunda: Batok Bulu Eusi Madu, Kicimpring Bengras.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sungguh, Kali Ini Kaubenar, Amih!

4 Januari 2023   22:41 Diperbarui: 4 Januari 2023   22:46 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sepanjang hari hingga malam melumat petang, aku benar-benar tersungkur dan tak mampu berpaling dari rindu yang tak tertahankan. Tubuhku terjerembab dalam genangan kenangan berisi parasmu yang selalu berhias senyum.

"Aka, amih pengen healing. Bosan di rumah terus," ujarmu saat itu.

Panggilanmu untukku begitu istimewa dan terkesan seksi. Kau tidak menyebutku 'kakak', 'abang', atau 'ayang'. Kaupanggil aku dengan panggilan sayang 'Aka' dan hatiku teramat bahagia mendengarnya.

Kau juga menyebut dirimu 'amih' sebagaimana panggilan Daffa, buah cinta kita yang tengah belajar bicara. Tawamu begitu renyah sebab Daffa lebih dulu mampu memanggil 'amih' daripada 'apih'. Pipimu memerah pertanda hatimu begitu senang. Lalu kau makin menunjukkan rasa senangmu saat melihatku cemberut dan pura-pura merajuk lantaran merasa kalah di hadapan Daffa. Ah, segala tingkahmu selalu membuatku terpesona.

"Aka, denger enggak, sih! Amih pengen healing. Bosan di rumah terus," ujarmu lagi.

Suaramu agak meninggi. Meski tidak naik hingga mencapai satu oktaf, volumenya cukup nyaring di pagi yang masih sepi itu.

Kedua bibirmu mengatup dengan posisi agak menjorok ke depan. Kalau tidak diburu waktu, ingin rasanya aku menuntaskan pesona yang kaukirim melalui ekspresimu. Semakin merajuk ternyata semakin membuatku ingin memeluk. Kulihat jam tangan. Ah, tak mungkin kulakukan selingan pagi. Sebab bakal keterusan dan bisa berakibat kesiangan.

Mendengar ucapanmu, aku hanya melirik dengan kedipan sayang. Kuumbar senyum untuk mengimbangi bibirmu yang cemberut. Oh ya, tak lupa kukirim sedikit anggukan. Kulihat bola matamu membesar dan sinar mata yang kaupancarkan hampir saja mengalahkan binar mentari pagi.

"Benar, Aka? Kita healing? Ke mana? Kapan? Minggu ini, ya? Bener, 'kan?"

Ah. Ah. Suaramu begitu riang. Serupa anak kecil yang menemukan mainan kesayangannya yang sempat hilang.

Rentetan pertanyaan itu ternyata menjadi magnet yang membuatku hampir tak bisa menahan diri. Segera kukenakan kaus kaki sebelum kupakai sepatu kantorku. Keinginanku makin mendesak-desak untuk menikmati cinta yang kausuguhkan melalui isyarat-isyarat kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun