Mohon tunggu...
Teti Taryani
Teti Taryani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru yang suka menulis. Author novel: Rembulan Merindu, Gerai Kasih, Dalam Bingkai Pusaran Cinta. Kumcer: Amplop buat Ibu, Meramu Cinta, Ilalang di Padang Tandus. Penelitian: Praktik Kerja Industri dalam Pendidikan Sistem Ganda. Kumpulan fikmin Sunda: Batok Bulu Eusi Madu, Kicimpring Bengras.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ice Breaking dengan Kearifan Budaya Lokal

29 Oktober 2022   06:19 Diperbarui: 29 Oktober 2022   06:27 1383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ice breaking dengan kearifan lokal di SMKN 1 Tasikmalaya (Dokpri)

Oleh: Teti Taryani, Guru SMKn 1 Tasikmalaya

Melaksanakan pembelajaran di satu kelas selama enam atau tujuh jam pelajaran sehari tentu bukan hal yang mudah. Dalam sistem belajar blok penuh, kegiatan tatap muka dilaksanakan demikian sehingga jadwal satu semester bisa dicapai dalam sepuluh minggu. Kalau guru tak pandai mengelola kelas, bisa jadi rasa jenuh dan bosan akan melanda perasaan siswa. Hal ini tentu akan berpengaruh besar terhadap proses dan hasil pembelajaran.

Salah satu langkah cerdas yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan ice breaking. Istilah dari bahasa Ingris yang berarti "memecah es' itu bisa menjadi kegiatan alternatif yang bisa dilakukan guru. Ice breaking dilakukan untuk memecah kebekuan dan mencairkan suasana kelas agar siswa lebih senang, bersemangat, dan kembali termotivasi untuk melakukan pembelajaran.

Banyak cara yang dilakukan untuk memecah kebekuan kelas. Hal ini sangat bergantung pada kreativitas guru. Guru pasti paham dengan kondisi siswa, maka guru pulalah yang bisa memilih dan memilah ice breaking yang tepat untuk siswa di kelasnya.

Selain beberapa tips ice breaking yang bisa diperoleh dari paparan ahli atau saran dari penulis di internet, penulis lebih memilih salah satu kearifan budaya lokal sebagai bahan ice breaking. Selain mengajarkan mapel Bahasa Indonesia, penulis memiliki hobi menari ibing tradisional juga jaipong tari kreasi. Memiliki tubuh nan subur tidak menghalangi penulis untuk melakukan gerakan tari tradisional. Justru kondisi ini penulis gunakan untuk menyemangati siswa. Gurunya saja yang ndut bisa melakukan gerakan tari, masa siswa yang bertubuh ideal tidak bisa?

Pada awal pertemuan, penulis mengajak siswa mengenal gerak tari untuk melemaskan tubuh yang kaku setelah duduk hampir setengah hari. Siswa diajak mengenal adeg-adeg, ukel, reundeuk, dan japlang. Tentu saja, karena tidak terbiasa dengan gerak tari, kegiatan ini dipenuhi tawa siswa yang merasa tidak bisa mengikuti gerak tari. Meskipun demikian, penulis tetap mengajak siswa melakukan gerak tari setahap demi setahap.

Ternyata, apa yang dilakukan penulis ini mendapat apresiasi dari Ketua Program Keahlian Pemasaran. Alhasil, pada pertemuan selanjutnya, penulis diminta untuk mengisi kegiatan peminatan dengan melatih tari tradisional untuk siswa. Tentu saja gayung bersambut. Mudah-mudahan saja, ice breaking ini menjadi langkah awal munculnya kecintaan siswa pada tari tradisional.

Dengan cara ini, siswa terhindar dari rasa jenuh dan bosan dalam kegiatan belajar. Satu yang paling penting, bisa menumbuhkan kecintaan siswa pada kearifan budaya lokal. Sekali merangkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Sekali bergerak, dua tujuan bisa diperoleh. 

Bukankah itu sangat keren?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun