Rabu 8 November kemarin merupakan hari berbahagia bagi masyarakat Indonesia, terutama bagi putri semata wayangnya Jokowi. Pernikahan Kahiyang-Bobby diselenggarakan di Graha Saba Buwana, Surakarta, Jawa Tengah. Acara tersebut dihadiri oleh 8.000 undangan dari berbagai kalangan. Jumlah tamu undangan tersebut menuai kritikan dari berbagai pihak, salah satunya adalah Fahri Hamzah.
Wakil ketua DPR itu menganggap bahwa jumlah tamu pada acara pernikahan putri Jokowi tidak sesuai dengan Surat Edaran (SE) Kemenpan-RB.
"Dulu katanya enggak boleh ngundang pejabat lebih dari 400. Ada katanya dulu revolusi mental, bikin pesta kecil-kecilan saja. Kalau sekarang itu kayak lebih gitu loh," kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (7/11).
"Saya mohon maaf ya, saya bukan tidak menghormati adat dan budaya, tapi menurut saya mbok ya sederhana saja lah," lanjutnya.
Fahri Hamzah pun mengatakan bahwa pemberitahuan jika mereka sudah menjadi muhrim bisa dilakukan melalui media sosial."Sunah itu kan syiarnya memberi tahu orang bahwa kita sudah ada menikah. Supaya, kalau anak kita nanti jalan berdua sama orang gitu kan (disebut) bukan muhrim, kita bilang dia udah nikah, nggak apa-apa dia jalan. Pengumumannya di Twitter aja. Ya... atau vlog, kan bagus. Asyik kan zaman sekarang," jelas Fahri.
Kritikan Fahri Hamzah ini tertuang pula pada akun twitternya yang membahas mengenai revolusi mental serta surat edaran. Seperti  tweet Fahri Hamzah pada tanggal 8 November "Cabut aja surat edaran-nya. Selesailah #RevolusiMental Jadikan  #RevolusiMenyan aja..."
Tweet Fahri Hamzah ini terasa mengejek dengan mengatakan bahwa revolusi mental menjadi revolusi menyan. Sebagai seseorang yang memiliki jabatan tinggi di bangku pemerintahan, seharusnya  dapat memberi contoh cara berpendapat dengan baik. Kritikan dengan bahasa yang kurang baik akan membuat pesan dapat disalah artikan oleh pembaca.
Di era gitalisasi ini, siapapun bebas dalam mengemukakan pendapatnya. Cara yang mudah dan sering digunakan adalah media sosial. Yang menjadi pertanyaannya yaitu apakah kita sudah bertanggung jawab dalam mengemukakan pendapat atau kritik kita? Selain itu, apakah bahasa kita sudah baik dan tidak menimbulkan ambiguitas bahkan menyulut api permusuhan? Tak sedikit aktor politik gemar memberikan pendapatnya di media sosial. Sebab keberadaannya di media sosial menarik perhatian netizen,maka hal tersebut sebuah tantangan bagi actor politik agar memberikan contoh berpendapat dengan baik dan bertanggung jawab. Jika sebagai pemegang jabatan penting di Indonesia saja tidak mampu berpendapat dengan baik, maka jangan salahkan warganya akan mengikuti pemimpinnya
Tweet Fahri Hamzah di twitter mendapat balasan dari para netizen. Salah satunya yaitu dari @edysimjbi  yang berisi guyonan, "sudahkah anda ngaco hari ini?". Terdapat pula dari @Sarah_Pndj yang meminta dijelaskan sedikit apa itu Revolusi Menyan "Coba di-elaborate sedikit di TL apa itu RevolusiMenyan yg anda maksud.. Siapa tau bermutu.. ".Cuitan Fahri Hamzah seakan ditanggapi oleh masyarakat dengan santai dan seperti sudah biasa akan cara berkritiknya.
Surat Edaran Gerakan Hidup Sederhana  yang disinggung oleh Fahri Hamzah tersebut memiliki 5 poin imbauan yaitu :