Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kepala Sekolah Harus Tanda Tangan Supaya Menggunakan Kurikulum 2013?

8 Januari 2015   08:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:34 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14206925751075971879

[caption id="attachment_389409" align="aligncenter" width="624" caption="Slamet Maryanto salah seorang guru menyampaikan petisi kepada Presiden RI terkait Kurikulum 2013. (Kompas.com/Riana Afifah)"][/caption]

Kurikulum 2013 (Kurtilas) memang jadi fenomena di dunia pendidikan akhir-akhir ini. Pro dan kontra semakin menuai perdebatan, manakala Pak Anies Baswedan selaku pemegang tumpu jabatan menetapkan bahwa penggunaan kurtilas disesuaikan saja dengan kondisi sekolah masing-masing. Demikian penjelasan beliau yang didengar langsung suami beserta rekan guru lainnya melalui sambutannya di acara ulang tahun IGI (Ikatan Guru Indonesia) akhir tahun lalu di Jakarta.

Memasuki hari sekolah Senin lalu setelah sebelumnya libur dua minggu lamanya, suamiku sebagai tenaga pengajar di sekolah tingkat menegah pertama di Kecamatan Pasirkuda kembali bercerita soal fenomena kurtilas ini di sekolahnya. Bahwa di SMPN 1 Pasirkuda kini "ikut" menggunakan sistem kurtilas dan itu tidak bisa diganggu gugat lagi. Padahal, kalau melihat situasi serta kondisi baik tenaga pendidik maupun sarana serta prasarana, bahkan anak didiknya sekalipun, belumlah siap dan belum memadai untuk menggunakan kurikulum 2013 ini.

Apa pasal? Karena di Pasirkuda, baik sekolah maupun anak didiknya memang belumlah siap. Jauh beda dengan sekolah serta anak didik di kota besar. Pertama, para gurunya pun masih kurang. PNS hanya beberapa orang, kebanyakan honorer yang bisa dibilang juga belum siap melaksanakan sistem kurtilas.

Anak didiknya, apalagi. Jangankan aktif bertanya atau inisiatif melakukan dialog, diskusi, dan sebagainya sebagaimana diharuskan dalam kurtilas, lah sekolah saja jarang. Murid masih terbiasa menerima materi dari guru. Untuk aktif membaca modul, searching di internet dll, masih jauh. Selain anak-anak tidak bisa dan belum dapat mengoperasikan komputer (terbatas disekolah saja) karena di rumah tidak memiliki dan kebanyakan waktunya dipakai membantu orang tua bekerja.

Di Kecamatan Pasirkuda juga belum masuk internet. Kalaupun ada modem, sinyalnya terbatas. Dengan mengeluarkan biaya sendiri lagi, si anak didik tentu saja enggan dan kalaupun bisa akses internet via HP murid memilih untuk mencari yang disukai saja. Bukan untuk pembelajaran.

Jadi secara garis besar, pihak sekolah di daerah Pasirkuda masih harus berjuang untuk menerapkan sistem kurtilas ini. Tapi perjuangan ini sekarang sudah tidak bisa diganggu gugat lagi! Apa pasal? Suamiku mengetahuinya karena setiap kepala sekolah, harus dan sudah menandatangani semacam "perjanjian" kalau mau tidak mau, siap tidak siap tetap harus bersedia menggunakan kurtilas di sekolahnya.

Apa setiap kepala sekolah di daerah (kabupaten lain) demikian adanya harus menandatangani "perjanjian" bahwa sekolah (baik siap maupun tidak) tetap menyatakan siap menggunakan kurtilas meski kondisi serta keadaan murid dan sekolah belum siap? Apakah pemaksaan ini tidak ada niat atau tujuan lain? Kenapa Kepala Sekolah harus tanda tangan segala ya? Ada unsur apa sebenarnya di balik semua ini? Tulisan saya ini tidak mengarah kepada adanya oknum mana pun, pun saya juga tidak menembak langsung pejabat terkait. Tapi dengan adanya tulisan ini, saya berharap minimal Kompasianer jadi tahu, kalau di sekolah suamiku, kepala sekolahnya diharuskan menandatangani "perjanjian" penyataan siap menggunakan kurtilas. Itu saja.

Selebihnya, ya kalau diketahui bupati, gubernur, menteri terkait, dan bahkan mungkin diketahui juga oleh Presiden RI Jokowi, syukur alhamdulillah. Semoga saja ada hikmah serta solusinya. Paling tidak, untuk sekolah di Pasirkuda yang sarana serta prasarana masih kurang. Jauh tertinggal kalau harus mengejar kurikulum 2013.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun