Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kulakukan Sahur dan Bukber Virtual Sejak Dekade Lalu...

25 April 2021   12:53 Diperbarui: 25 April 2021   12:54 1891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zaman serba canggih seperti sekarang, apa sih tidak bisa? Apalagi cuma buka puasa bersama secara virtual. Ditambah apa-apa di masa pandemi ini mayoritas bukankah justru diharuskan dilakukan secara dalam jaringan?

Bukber virtual mah bisa banget dilakukan, secara layanan berbagai aplikasi pesan untuk ponsel cerdas sudah banyak mendukung untuk live video sampai beberapa orang sekaligus. Yang tidak bisa itu tarawih virtual. Secara solat berjamaah kan ada syaratnya. Kecuali darurat dan mau bikin aliran sesat eh ajaran baru, hehehe.

Jika bukber virtual mungkin baru buming saat Ramadan 2021 ini, maka sahur virtual malah sudah saya lakukan jauh sebelum adanya pandemi. Sekitar sepuluh tahun lalu. Tepatnya Ramadan tahun 2009 sampai 2011. Dimana saat itu saya masih bekerja di Taipei Taiwan.

Majikan mempersilahkan saya masak sendiri untuk makan sahur. Dengan begitu setiap pukul dua sampai tiga waktu Taiwan, (sama dengan jam tiga sampai jam empat wib), saya sendirian sahur di dapur.

Makan sahurnya tidak berapa lama, karena kadang saya cukup masak mie instan, makan roti atau ambil camilan dan minum satu sachet milktea pun sudah cukup kenyang. Yang bikin lama itu biasanya saya ngobrol, menelepon menghubungi ibu di tanah air.

Hampir setiap waktu sahur saya selalu menelpon ibu. Menelepon menggunakan OK Card (provider di Taiwan yang mayoritas dipakai para tenaga kerja asing) yang saat itu selalu mendapatkan bonus bicara kalau menelepon ke Indonesia.

Saya yang sendirian menjalankan puasa di rumah majikan, merasa tidak sepi lagi karena seolah tetap ditemani ibu. Begitu juga ibu saya yang tinggal sendiri di rumah setelah ditinggal adik dan istrinya yang sudah menempati rumahnya sendiri, katanya merasa seolah saya ini ada bersamanya di kampung, karena kita ngobrol kadang sambil makan sampai waktu imsak tiba.

Saat itu belum ada fasilitas video call seperti sekarang. Paling banter bisa tatap muka dengan ibu itu lewat Skype. Itu pun kalau ada adik yang menyalakan laptop dan mengkoneksikannya. Karena adik sudah pindah rumah, jadinya kami bicara lewat telepon saja, hal yang paling mudah kami lakukan.

Setelah pulang kampung dan menikah, saya tinggal di rumah mertua hingga sekarang menempati rumah sendiri. Setiap bulan Ramadan, saya tidak pernah melewatkan untuk menelpon ibu, meski cuma sebentar. Sepertinya sudah jadi kebiasaan jadi kalau belum menelepon ibu itu seperti ada yang kurang. Bedanya dulu ngobrol sampai berjam-jam, karena sekarang saya memiliki keluarga sendiri, cukup bertanya kabar dan basa-basi sebentar, percakapan pun ditutup.

Menjumpai ibu secara virtual, sekadar bertanya kabar dan bikin menu apa untuk berbuka dan sahur. Dok pribadi
Menjumpai ibu secara virtual, sekadar bertanya kabar dan bikin menu apa untuk berbuka dan sahur. Dok pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun