Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perlindungan Commonwealth Life, Saat Suami Tiada, Tidak Bingung Lagi Memikirkan Bagaimana Nasib Masa Depan Anak

19 Juni 2016   23:39 Diperbarui: 19 Juni 2016   23:50 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenaikan Kelas di Yayasan Al Manhuriyah Dok. Pribadi

Ngabuburit hari Sabtu 18 Juni kali ini sekaligus menghadiri acara kenaikan kelas di Yayasan Al Manshuriyah, Cipari Pagelaran. Cuaca mendukung banget, panas tidak, hujan juga tidak. Jadi acara tablig akbar oleh dai plus artis penyanyi islami yang sudah ternama dari ibu kota bisa berjalan lancar. Tidak hanya siswa dan orang tua murid Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA) juga para santri, tapi warga sekitar, dari luar Pagelaran pun banyak berdatangan untuk menyaksikan hiburan langka ini.

Saat itulah saya jumpa si kembar yang dibawa oleh ibu dan saudara-saudaranya. Si kembar sebutan saya untuk kedua putri kembar dari Almarhum Pak Anu. Pak Anu adalah teman kuliah suami, teman sepekerjaan di sekolah, plus teman satu nasib (kata suami) karena kebetulan mulai honor hingga diangkat menjadi PNS melalui penjaringan K2 suami dan Pak Anu secara kebetulan terus bersama-sama.

Hanya mungkin nasib yang berkata lain. Baru saja selesai pengumuman kelulusan CPNS Kategori 2 di Kabupaten Cianjur, Pak Anu sering sakit-sakitan. Katanya mungkin kelelahan, karena di sekolah ia sangat aktif (rumahnya dekat dengan sekolah, ia pun jadi guru yang memegang beberapa jabatan sejak menjadi honorer) belum lagi di rumahnya kurang istirahat karena membantu istrinya merawat putri-putrinya yang belum sampai dua tahun, hanya beda beberapa bulan saja lahirnya dari Fahmi, putra kami.

Belum sampai masa prajabatan, gaji saja masih diterima 80%, Pak Anu meninggal dunia. Bukan hanya keluarga yang merasa kehilangan, tetapi pihak sekolah, seluruh siswa-siswi dan semua orang yang mengenal Pak Anu yang terkenal lincah, gesit dan tanggung jawab dalam setiap kegiatan sekolah. Banyak pihak yang merasa kehilangan, menyayangkan dan merasa iba akan nasib kedua putri kembarnya. Semua menyangsikan bagaimana nasib kedua putri kembarnya itu kelak sementara ayah yang jadi tulang punggung keluarganya tiba-tiba meninggalkan mereka untuk selama-lamanya. Sementara dana pensiun banyak yang meragukan secara Pak Anu belum sah jadi PNS. Ia lebih dahulu tiada sebelum masa prajabatan dilaksanakan sebagai proses pengesahan menjadi seorang PNS.

Salutnya istri Pak Anu meski dalam kondisi berduka berat, ia tampak kuat dan tegar. Beberapa kali jumpa saat ikut suami ada acara di sekolah, istri Pak Anu beserta si kembar selalu ada, hadir dan sedikit pun seperti tidak punya beban. Sekali lagi saya dan suami merasa salut kepada mereka.

Sambil menunggu waktu berbuka puasa, setelah acara dakwah di Al Manshuriyah usai kami ngobrol sambil mengasuh anak-anak. Jarang-jarang kami bisa jumpa, selain cuaca selalu hujan, kesempatan ngabuburit bersama yang sulit terlaksana jika direncanakan ini rasanya sayang jika dibiarkan begitu saja. Sampai obrolan kami nyerempet ke soal sekolah anak-anak, saya memberanikan diri bertanya bagaimana dengan sekolah si kembar.

“Si Kembar mau masuk PAUD di mana, Bu?” Tanya saya berharap tidak menyinggung perasaan istri Pak Anu.

“Di PAUD sini saja yang dekat rumah, Bu. Biar bisa dipantau oleh keluarga besar kami. Maklum kan menjaga dua anak cukup berat. Termasuk berat di dananya. Untung saja semua sudah disiapkan ayahnya...” katanya lepas tanpa beban.

“Maksudnya disiapkan bagaimana, Bu?” Saya bingung.

Istri Pak Anu menjelaskan, sebelum ayahnya si kembar tiada, Pak Anu sudah lebih dahulu membuka asuransi pendidikan terbaik untuk anak kembarnya. Sehingga untuk biaya sekolah mereka, istri Pak Anu sudah tidak terlalu bingung lagi.

“Tinggal cari untuk makan dan jajan sehari-hari di rumah saja, Bu. Kalau untuk biaya sekolahnya, alhamdulillah dulu ayahnya sudah lebih dahulu mempersiapkannya. Mungkin kebetulan, mungkin firasat ayahnya yang akan meninggalkan mereka saat masih kecil, tapi yang pasti dengan adanya asuransi pendidikan terbaik ini saya sudah cukup tenang dengan masa depan mereka.”

Saya hanya melongo. “Oh... begitu ya, Bu. Alhamdulillah kalau begitu ya, Bu.”

Dalam hati saya berpikir, beruntung sekali si kembar mempunyai ayah yang sudah memikirkan masa depan mereka jauh sebelum Pak Anu tiada. Pantas istri Pak Anu tampak tegar dalam membesarkan si kembar selama ini, paling tidak meski ditinggalkan suami selamanya, tetapi buah hati yang cantik dan lucu sudah menjadi penawar kesedihannya.

Sepulang dari Al Manshuriyah saya berdiskusi dengan suami soal si kembar yang ternyata sudah mempunyai asuransi pendidikan terbaik. Suami yang juga selama ini belum mengetahui kalau Pak Anu sebelum meninggal sudah lebih dulu mendaftar asuransi pendidikan terbaik untuk anak-anaknya merasa salut dan seakan tidak percaya.

“Perencanaan Pak Anu memang hebat ya, Bu.” Ucap suami tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya. “Kita harus banyak belajar dari pak Anu. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi dengan kita dan anak kita besok.”

Memang benar ya, segala sesuatu yang disiapkan dengan matang maka hasilnya pun akan maksimal. Termasuk merencanakan masa depan anak-anak kita. Dari cerita istri Pak Anu sore kemarin, bisa disimpulkan ternyata asuransi itu penting untuk kehidupan anak cucu kita kelak. Menjaga lebih baik daripada terlanjur. Mempersiapkan dana untuk anak-anak lebih baik dilakukan saat orang tua masih kuat dan selagi mampu itu lebih baik. Beruntung sekali si kembar mempunyai ayah yang menyiapkan segala sesuatu demi masa depan mereka sejak awal.

Perencanaan keuangan memang sebuah hal penting dalam kehidupan. Apa yang kita tanam hari ini, maka itu yang akan kita panen kelak. Jadi teringat pengalaman sendiri saat masih bekerja jadi buruh (TKW) di luar negeri. Saat itu banyak tenaga kerja Indonesia (TKI) belum mengenal asuransi. Ikut asuransi ketenagakerjaan pun asal saja, asal memenuhi persyaratan sehingga bisa lolos berangkat kerja ke luar negeri. Sedikit pun tidak memahami apa, bagaimana dan seberapa penting asuransi itu.

Tapi kalau soal merencanakan keuangan, sebelum berangkat kerja pun hal itu memang sudah jadi prioritas tersendiri secara pribadi. Saya pikir bekerja jadi TKW tidak akan selamanya. Kelak suatu saat saya akan pulang kampung dan hidup sebagaimana biasanya kembali, tanpa penghasilan tiap bulan. Di situ saya berpikir kalau saya harus memenej keuangan sebaik mungkin. Saya harus punya dana pensiun apabila kelak saya sudah tidak bekerja dan tidak berpenghasilan lagi. Karenanya dari gaji yang diterima selalu saya sisihkan sebagian untuk tabungan, sebagian untuk orang tua dan saudara, serta sebagian untuk pegangan kebutuhan pribadi.

Alhamdulillah sekembalinya ke kampung, meski tidak bekerja tetapi saya tidak merasa kesulitan saat membutuhkan dana baik untuk berobat saat sakit, untuk modal saat ingin buka usaha kecil-kecilan, pun saat sudah berkeluarga. Alhamdulillah berkat perencanaan finansial yang baik dan matang, saya tidak harus kembali bekerja ke luar negeri lagi sebagai buruh.

Bercermin dari kisah si kembar dan jalan hidup Pak Anu, saya dan suami merasa disadarkan. Meski pendapatan belum genap 100% tapi Pak Anu sudah berani mengambil keputusan untuk menyimpan benih di asuransi pendidikan. Kini saat Pak Anu tiada, panen dilakukan oleh istri serta kedua putrinya yang memang sudah dipersiapkan Pak Anu untuk itu. Mempersiapkan segala sesuatunya sejak dini itu lebih baik daripada menyesal di kemudian. Pak anu sebagai teman seperjalanan suami sudah memperlihatkan betapa persiapan matangnya itu telah membuahkan hasil. Dan saya jadi kepikiran, seandainya suami tiada, dan kami sama sekali belum mempersiapkannya, bagaimana nasib Fahmi kelak?

Jawabannya ada saat ini. Mau dibawa kemana nasib masa depan kami esok hari, tergantung keputusan kami hari ini. Menabung memang sudah kami lakukan sejak lama tapi kami tidak ingin diam ditempat. Untuk persiapan dana pendidikan anak esok hari, apa yang dilakukan Almarhum Pak Anu patut kami tiru. Tidak ada salahnya kami mengikuti langkah yang diambil Pak Anu demi mempersiapkan hari esok buah hati kami yang cerah meski kami kelak telah tiada.

Blog Competition Sumber Kompasiana
Blog Competition Sumber Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun