Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Listrik (dan Emak) Pintar untuk Kehidupan Lebih Baik

17 April 2016   11:17 Diperbarui: 17 April 2016   11:21 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini seperti permasalahan yang dialami emak saya. Dengan adanya sistem isi ulang ini, tetangga atau orang yang menyewa rumah listriknya tidak harus menginduk kepada rumah lain, karena dengan listrik pintar tetangga atau penyewa rumah bisa bayar (beli) sendiri pulsa isi ulang listriknya.

---

 

Listrik untuk Kehidupan yang Lebih Baik

Flashback ke masa kecil saat saya sekolah SMP di Salawu Tasikmalaya. Tinggal bersama nenek yang tidak punya penghasilan, listrik yang menerangi kami didapat "nyolok" juga dari tetangga. Bola lampu 5 watt (saat itu belum biasa pakai lampu neon) menjadi tanggungan yang harus kami bayar sekian ribu rupiah. Hidup matinya listrik yang hanya terdiri dua gantungan di ruang tengah dan dapur pun berada di tangan si empunya listrik. Pukul setengah enam pagi, meski gelap masih kami rasakan, listrik sudah dimatikan dengan alasan pengiritan. Demikian pula saat sore hari jika hujan atau langit mendung. Tidak peduli kami kegelapan, kalau jarum jam belum menunjuk angka enam, listrik belum juga dinyalakan.

Saat itu saya sudah gila membaca. Di rumah bersama nenek tidak banyak kegiatan yang kami lakukan. Saya habiskan untuk membaca buku pinjaman dari perpustakaan. Saya tahu kalau membaca memerlukan pencahayaan yang cukup. Tapi saya tetap membaca dan terus memaksakan menamatkan bahan bacaan meski bola lampu yang memerah bagai bara api di langit-langit bilik kamar hanya remang-remang sampainya di bale bambu tempat saya membaca. Dua tahun lebih terus-menerus membaca dengan kondisi pencahayaan yang kurang mengakibatkan kedua mata saya sakit dan harus memakai kaca mata.

Kini sepertinya kondisi itu tidak mungkin lagi terjadi dan dialami anak-anak lain. Sepelosok-pelosoknya warga di Cianjur, alhamdulillah semua rumah sudah bisa mengakses listrik. Saya menyaksikan sendiri bagaimana kerja kerasnya para petugas PLN memberikan pelayanan maksimal kepada warga terjauh, dan kurang mampu. Pemasangan sambungan dan tiang-tiang listrik beton rutin terus dilakukan PLN menjangkau tempat terpencil sekalipun. Listrik pintar dan listrik bersubsidi memberikan kesempatan kepada masyarakat terbawah untuk mendapatkan penerangan secara maksimal.

Memang jika cuaca buruk kerap terjadi listrik padam. Dan biasanya, warga hanya bisa menyalahkan PLN, atau mengeluh kenapa kondisi itu dibiarkan saja? Padahal, tahukah kalau sebenarnya, listrik padam itu bukan kehendak PLN. Malah para petugas PLN sekalipun, andai bisa memilih, tentu akan memilih listrik tidak pernah padam sama sekali. Karena selain kenyamanan untuk pelanggan, tentu saja juga mengurangi beban kerja mereka. Namun siapa bisa menduga dengan fenomena kejadian alam yang tidak bisa dihindari itu?

Pernah terbangun tengah malam atau dini hari saat hujan besar dan listrik padam? Saya pernah dan sering. Kegaduhan para petugas PLNdi depan rumah yang sigap menyalakan kendaraan, mempersiapkan peralatan, dan tentu saja menyiapkan alat perlindungan pribadi masing-masing kadang membuat saya terbangun dan merasa kasihan. Saat hujan besar kita enak tidur berselimut, mereka petugas PLN yang piket harus menunaikan tugas mencari dimana lokasi penyebab listrik padam dan segera memperbaikinya supaya listrik bisa dinyalakan kembali. Padahal, tidak jarang lokasi yang harus dituju adalah daerah yang rawan longsor dan atau hutan lebat.

Kami di Cianjur Selatan memang masih sering mengalami gangguan listrik padam. Tapi sekali lagi, hal itu tentu saja bukan karena kesalahan PLN. Wilayah kami yang berbukit, sebagian hutan, masih banyak pohon-pohon besar dan tanahnya labil menyebabkan sering terjadinya bencana penyebab listrik padam. Pohon tumbang, longsor, gangguan binatang itu semua menjadi penyebab aliran listrik mati. Mungkin tidak percaya hal itu karena sebelum ada bukti saya pun sempat menyangsikannya. Tapi setelah saya melihat sendiri seekor tupai yang suka berlarian di pepohonan halaman rumah mati menggantung di kawat listrik depan rumah, dengan badan kaku dan mulut gosong karena kesetrum akhirnya saya percaya.

Saat ada longsor mengakibatkan listrik padam cukup lama, sepertinya tidak harus menyalahkan siapa-siapa. Tapi bantulah paling tidak dengan doa, supaya tugas para petugas PLNsegera beres dan selamat. Karena betapa mereka bertaruh nyawa dan banjir keringat saat ada tiang listrik terseret longsor, mereka harus mengangkut tiang listrik pengganti yang beratnya ratusan Kg bahkan mungkin sampai ton lebih itu dengan manual. Saat pertama kali melihat petugas PLN depan rumah gotong royong demi bisa membawa tiang listrik besar ke lokasi, saya sempat kaget dan bertanya, kenapa masih manual, kenapa harus pake tangan? Bukankah dengan alat atau kendaraan khusus semua bisa lebih aman, dan cepat dikerjakan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun