Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kisah Ibu Hamil Naik Gunung Rinjani dan Semeru

10 September 2013   13:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:06 5035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah catatan perjalanan ekstrim saat ngidam dan hamil. Seru abis! Plus mitos dan disertai hal-hal di luar dugaan yang terjadi. Bersyukur meski banyak mengalami tekanan dalam perjalanan namun janin yang dikandung sehat dan lahir dengan selamat, normal. Orang ngidam permintaannya kadang aneh dan macam-macam. Disaat harus menjaga kondisi serta janin yang dikandung, saya malah ingin menaklukan puncak Gunung Rinjani yang terkenal keindahan Danau Segara Anaknya dan Gunung Semeru yang menjadi booming gara-gara keindahan Ranu Kumbolo seperti yang digambarkan dalam film 5 cm. [caption id="attachment_264979" align="alignnone" width="300" caption="Memulai perjalan dari pintu Sembalun"][/caption] Wanita hamil memang beresiko tinggi jika melakukan perjalanan jauh yang melelahkan. Juga pekerjaan rumah tangga yang cukup berat. Di perkampungan dan daerah yang kepercayaannya masih tinggi wanita hamil juga masih banyak larangan untuk melakukan hal-hal yang dianggap tabu atau pamali. Tapi naik gunung jika dilakukan tanpa melanggar peraturan atau adat istiadat daerah di lokasi gunung yang didaki, asalkan si bumil (ibu hamil) memang kondisinya sehat dan kuat pasti akan lancar-lancar saja. Wanita hamil naik gunung tidak ada salahnya, selama ia masih kuat, kondisi fisik dan janin baik serta tidak melakukan hal-hal yang tidak disarankan tim kesehatan maupun orangtua/kuncen/penjaga suatu tempat. Misal jangan buang sampah sembarangan, memetik atau merusak tanam-tanaman di hutan, atau membuat gaduh hingga menganggu ketenangan setempat. Bukankah itu semua bukan hanya harus dilakukan oleh wanita hamil saja, melainkan untuk pendaki lainnya pula?

13787903031213478731
13787903031213478731
Saat hamil 3 bulan, saya ingin naik Gunung Rinjani. Keinginan itu begitu kuat. Saya seolah mendapat jalan saat dokter dan bidan meyakinkan kalau kondisi kandungan saya baik-baik saja. Karena saya dapat meyakinkan suami dan orangtua, mereka pun mengizinkan. Tentu saja saya pun harus berhati-hati, menjaga kondisi saya dan kandungan, serta tanggungjawab sendiri jika ada hal yang tidak diinginkan. Berdoa dan meminta restu orangtua serta orang terdekat terus saya lakukan. Meski banyak orang yang mencegah, meragukan kemampuan saya, takut malah terjadi hal yang tidak diinginkan khususnya dengan kandungan yang masih rawan, namun saya yakin saya mampu untuk melakukan perjalanan ini. Seperti berhadapan dengan orang dewasa saja, saya selalu mengajak bicara janin dalam perut. Kalau perjalanan menuju puncak Rinjani akan dilakukan. Semoga si utun (sebutan untuk janin di daerah Sunda) kuat dan baik-baik saja. Bersama rombongan pencinta alam teman-temannya suami, kami mengadakan pendakian bersama. Tentu saja saya satu-satunya bumil yang ikut. Teaman pendaki yang lebih berpengalaman sangat perhatian dan selalu memantau. Siap siaga jika saya memerlukan bantuan sekecil apapun. [caption id="attachment_264982" align="alignnone" width="300" caption="Jalanan berbukit terjal dan berdebu menuju puncak"]
13787904162117739592
13787904162117739592
[/caption] Menggunakan bus kami berangkat menuju Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Ya, sebagai pendaki ala backpackeran kami memilih jalur transportasi yang murah meriah, meski kondisi sedang mabuk akibat kehamilan. Kurang lebih dua hari dua malam kami berada di atas kendaraan. Hanya ada berhenti istirahat untuk makan serta sholat saja. Perjalanan pendakian kami mulai dari pintu Sembalun. Meski jalurnya cukup panjang dan terik matahari bulan Agustus terasa sangat menyengat saat melalui padang savana, namun jalur itu dianggap tidak terlalu berat untuk saya lalui. Meski dilalui dengan jalan kaki yang diselingi banyak berhenti akhirnya kami sampai di tempat kemah pertama tepat saat waktu magrib tiba. Tempat gersang yang pada keesokan harinya baru saya tahu kalau tempat mendirikan kemah itu adalah dataran di sebuah sungai yang telah kering kerontang. [caption id="attachment_264983" align="alignnone" width="300" caption="Selalu didampingi pengawal tercinta, hehe!"]
13787905131242497709
13787905131242497709
[/caption] Di tempat itu kami sangat menghemat air. Sementara yang kami bawa hanya dua botol ukuran 1,5 liter dan itu harus cukup sampai nanti di pos perkemahan kedua Puncak Rinjani Sembalun karena seperti dikatakan para senior, di tempat kemah pertama itu tidak ada sumber air sama sekali. Tapi keajaiban sepertinya menghampiri saya dan suami. Saat hendak sholat diantara pasir yang kering, suami menemukan ada rembesan air yang jelas teraba basah. Saya yang malam itu ditemani seorang teman pendaki yang sudah berpengalaman tidak keluar sama sekali dari tenda merasa bersyukur saat suami dan teman-teman bisa mengambil air tersebut dengan cara terus menggali pasir dan menyiduk airnya sendok demi sendok ke dalam botol minum yang telah kosong. [caption id="attachment_264984" align="alignright" width="300" caption="Pasang tenda di atas awan. Pemandangan luar biasa..."]
1378790617476840919
1378790617476840919
[/caption] Keesokannya perjalanan dilanjutkan. Jalan mendaki beberapa bukit yang gersang. Debu terus menghambur saat ada pendaki yang jalan turun berlawanan arah dengan saya. Melihat mereka para pendaki banyak yang kulit wajahnya gosong terbakar, saya semakin merapatkan kain penutup wajah selain masker, kaca mata serta topi. Alhamdulillah, jika dijalani dengan konsisten, meski langkah cukup lambat dan banyak istirahat akhirnya saya bisa sampai di Puncak Rinjani Sembalun. Belum sampai di puncak yang sesungguhnya, karena summit attack baru akan dilakukan keesokan dini harinya, namun saya sudah merasa bahagia yang tidak terkira. "Utun, lihat... pemandangan sangat indah. Semoga kelak kamu jadi anak yang pandai bersyukur dan mencintai alam ya, Nak..." Diantara ucapan hamdallah, aku terus berbicara dengan janin yang aku kandung. Tak henti-hentinya tangan mengelus perut. Tak bisa kulukiskan betapa indah saat berada di atas awan dan bisa memandang dunia begitu luas tiada batasnya. Kami mendirikan tenda mendekati sumber air --yang saat aku jalani ternyata cukup jauh serta jalannya terjal juga-- dan memperdekat ke jalur summit attack dini hari nanti. Danau Segara anak serta Gunung Barujari sempat kami lihat sebelum kabut sore turun dan menghalangi pemandangan. [caption id="attachment_264985" align="alignright" width="300" caption="Sebelum ambil air, narsis dulu..."]
1378790726692709977
1378790726692709977
[/caption] Keajaiban saya rasakan lagi saat sore itu saya merasa sedikit pusing dan tergeletak tidur di bawah pepohonan. Belakangan saya ketahui kalau suami merasa khawatir dan mengira saya pingsan. Tiba-tiba ada pendaki wanita yang entah dari mana dan namanya siapa, tapi dia mengaku kalau ia tim medis dari tim pendaki lain dan juga salah satu mahasiswi kedokteran yang sudah ikut praktek di sebuah puskesmas. Ia memijit serta memberikan pertolongan pertama kepada saya. Memberikan obat penambah darah yang cukup setelah saya bilang hanya sedikit pusing saja dan juga memberikan coklat katanya untuk ngemil saya. Hehe, orang hamil bawaannya memang suka makan kali ya? Dini harinya, meski disarankan oleh teman-teman menunggu saja di tenda namun saya tetap keukeuh mau ikut naik melakukan summit attack ke Puncak Dewi Anjani. Dibantu suami dan beberapa teman saya pelan-pelan ikut naik. Jalannya cukup terjal, terdiri dari kerikil serta pasir kering yang sangat menyesakkan nafas. [caption id="attachment_264986" align="alignleft" width="300" caption="Menikmati sunset di atas Segara Anak"]
13787908081769006381
13787908081769006381
[/caption] Semakin atas semakin besar kerikilnya dan tiupan angin cukup kencang. Tidak ada pohon untuk berlindung, kecuali berlindung pada batu-batu besar yang sebenarnya rawan juga. Takut batu menggelinding atau tanah yang dipijak runtuh. Saat matahari keluar memancarkan sinarnya, rombongan sudah berada di Puncak Dewi Anjani dan bisa memandang dengan puas terbentangnya Danau Segara Anak beserta Gunung Barujarinya. Tak lama kami berada di puncak karena angin bertiup semakin kencang. Takut ada badai kami pun turun menuju tenda yang ditinggal.
137879093827545593
137879093827545593
Makan pagi seadanya terasa nikmat sekali saat hati sudah dipenuhi bahagia manakala keinginan naik Gunung Rinjani sudah terpenuhi. Terimakasih Tuhan, semoga Engkau tetap melindungi kami. Saat turun menuju Danau Segara Anak, saya dikawal begitu ketat oleh teman-teman. Jalannya menurun terus-menerus dengan bebatuan yang cukup terjal. Mereka khawatir saya terpeleset jatuh. Sampai di Segara Anak setelah mendirikan tenda menghadap air danau yang tenang kami menuju pemandian air panas sekalian mengambil air untuk minum. Bersih-bersih badan setelah hampir tiga hari terkena debu yang sangat pekat.
1378790998322343206
1378790998322343206
[caption id="attachment_264989" align="aligncenter" width="300" caption="Kerikil dan pasir menuju Puncak Dewi Anjani"]
13787911331730606114
13787911331730606114
[/caption] Selagi masih di rumah, teman-teman sudah memberi tahu kalau mereka sebagian akan ada yang memancing di Segara Anak. Berhubung saya sedang hamil, dan kepercayaan sesepuh kami mengatakan kalau istri sedang hamil, si suami dilarang mancing maka suami sengaja tidak membawa alat pancing. Saya berniat akan membeli ikan hasil memancing orang lain saja. [caption id="attachment_264991" align="aligncenter" width="300" caption="Segara Anak dan Barujari dari Puncak Dewi Anjani"]
13787912161543952323
13787912161543952323
[/caption] [caption id="attachment_264992" align="aligncenter" width="300" caption="Sisi lain Segara Anak"]
13787913071936661710
13787913071936661710
[/caption] [caption id="attachment_264993" align="aligncenter" width="300" caption="Barujari; Anak Gunung Rinjani"]
13787913681164032976
13787913681164032976
[/caption] [caption id="attachment_265001" align="aligncenter" width="300" caption="Keindahan Segara Anak luar biasa..."]
13787922702048679814
13787922702048679814
[/caption] [caption id="attachment_265002" align="aligncenter" width="300" caption="Pemandangan dari tenda ke tengah danau "]
13787923611155307127
13787923611155307127
[/caption] Saya lihat ikan mas serta mujair dari Segara Anak besar-besar, semakin kuat untuk menggoreng dan memakannya dengan nasi putih plus sambal. Tapi sekian lama mencari orang yang mau menjual ikan hasil pancingannya tetap tidak ketemu juga. Saya sudah membayangkan gimana jadinya jika keinginan makan ikan Segara Anak tidak kesampaian... Tapi lagi-lagi keajaiban datang menghampiri saya. Saat jalan di pinggir danau, tiba-tiba ada segerombolan anak-anak penduduk lokal yang sedang memancing. Saya bilang, apakah saya bisa membeli sedikit ikan hasil tangkapannya. "Kamu tidak usah beli, akan saya kasih asal ikut yuk, ke tenda..." [caption id="attachment_264994" align="aligncenter" width="300" caption="Memancing di Segara Anak"]
1378791548606437355
1378791548606437355
[/caption] Saya dan suami penasaran dan mengikutinya ke tenda tempat mereka nginap. Benar saja, hasil tangkapan mereka cukup banyak. Saya pikir saya tetap akan membelinya. Tapi si anak itu juga tetap tidak ingin ikannya dibeli. Dia bilangnya ikhlas ngasih. Tak tanggung-tanggung, dia memberi saya ikan sebanyak 20 ekor! Subhanalloh... [caption id="attachment_264995" align="aligncenter" width="300" caption="Hore...! Ikan mas..."]
13787916421841038359
13787916421841038359
[/caption] [caption id="attachment_264996" align="aligncenter" width="300" caption="Bersama teman dari Lombok yang memberikan ikan hasil pancingannya"]
13787917711388719565
13787917711388719565
[/caption]
13787918671625430051
13787918671625430051
Saya kasih uang pengganti dia tidak mau. Mau dikasih rokok juga tidak mau. Ya sudah, berbalas terimakasih saja saya bisa membawa ikan segar siap untuk dimasak oleh teman-teman di tenda. Teman-teman sampai ribut saat mendapati saya membawa ikan banyak tanpa harus susah payah. Gratis lagi. Sementara mereka seharian memancing, paling dapat satu dua ekor itu pun sangat kecil. Akhirnya kami bisa makan ikan dari Segara Anak sama-sama malam itu.
13787919711521385873
13787919711521385873
13787920251454347525
13787920251454347525
13787921021464960670
13787921021464960670
Alhamdulillah, saya berhasil menginjakkan kaki di puncak Rinjani dan banyak mendapat ikan di Danau Segara Anaknya. Banyak ilmu dan wawasan baru selama melakukan perjalanan dari Sembalun sampai turun kembali melewati jalur Senaru. Yang pasti senang saja permintaan si utun ini sudah terpenuhi. Saat usia kehamilan menginjak lima bulan, saya pun kuat lagi ingin ikut naik ke Gunung Semeru. Lagi-lagi banyak teman yang melarang dan mengkhawatirkan saya. Bahkan Kompasianer Mas Ukik pun melarang saya untuk ikut menaklukan Puncak Mahameru dengan alasan kondisi saya yang tengah berbadan dua. (Seperti saya tulis di sini) [caption id="attachment_265005" align="alignleft" width="300" caption="Senangnya walo hamil bisa melihat langsung keindahan Ranu Kumbolo"]
1378793892320027698
1378793892320027698
[/caption] Tapi karena saya bersikeras dan yakin bisa, atas izin suami dan orangtua pula saya bisa ikut ke Semeru bersama teman-teman dari Cianjur yang selalu siap membantu saya selama dalam perjalanan. Perjalanan ke Malang, tidak begiru sulit karena kami naik kereta api yang saat itu masih bertarif ekonomi sekitar Rp. 50 ribuan dari Jakarta. Dari Tumpang menuju Ranu Pane pun masih banyak kendaraan sehingga kondisi perjalanan masih terasa mudah dilalui. Satu-satunya hal yang sedikit tidak biasa saya alami saat mau naik Semeru adalah saat menginap di Ranu Pane dimana keesokan harinya kami akan melakukan perjalanan menuju Ranu Kumbolo. Malam itu karena hujan dan sangat dingin banyak yang numpang tidur di mesjid. Saya dan suami pun setelah shalat isya tidak kembali ke tenda di lapangan depan mesjid, melainkan rebahan di mesjid sampai tertidur.
1378793954185540814
1378793954185540814
[caption id="attachment_265007" align="aligncenter" width="300" caption="Membelakangi Tanjakan Cinta bersama orang tercinta"]
1378794004293694595
1378794004293694595
[/caption] Tengah malam, saya terbangun. Jelas saya dengar ada suara bayi tertawa dan bergumam sangat lucu dan menggemaskan. Tapi saat saya bangun, suasana remang-remang tidak ada bayi di mesjid itu. Suami masih tidur, begitu juga pendaki lain terlelap dalam sleeping bag-nya masing-masing. Apalagi di luar hujan dan sangat dingin. Kalaupun ada warga sekitar yang mempunyai bayi, mana mungkin tengah malam dibawa ke mesjid. Saya pun tidur lagi. Pukul satu, saya kembali bangun karena mendengar lagi suara tawa bayi. Kali ini saya tidak bangun, tapi diam-diam mendengarkan tawa bayi itu dari dalam SB. Beberapa kali jelas terdengar suara bayi. Saya sampai mengelus perut, ingat janin dalam kandungan sendiri. Suara bayi ngoceh semakin jelas membuat saya penasaran dan bangun. Tapi aneh, suasana mesjid begitu sepi. Orang-orang masih pada tidur dan di luar masih hujan. [caption id="attachment_265008" align="alignright" width="300" caption="Berdoa di Kali Mati sebelum melanjutkan perjalanan..."]
1378794078994266897
1378794078994266897
[/caption] Saya mulai bingung dan terus berdoa. Saya bangunkan suami dan menceritakan semuanya apa yang saya dengar tentang suara bayi itu. Suami malah nyaranin saya tidur lagi, banyak istirahat dan jangan ngehayal yang enggak-enggak katanya. Meski sedikit kesal, akhirnya saya diam dan ikut tidur lagi. Dalam hati kalau suara bayi itu tertawa dan ngoceh lucu menggemaskan, itu pertanda baik saja, pikirku asal. Pukul dua, saya kembali mendengar suara bayi! Tertawa dan ngoceh begitu jelas saya dengar membuat saya semakin penasaran dan gemas. Spontan saya bangun dan menyalakan headlamp. Hujan sudah berhenti tapi semua yang ada di mesjid itu tetap pada posisi tidur semula. Saya bangunkan lagi suami saat tidak mendapati darimana suara tawa bayi itu berasal. Aneh! Kami mengambil air wudhu di luar dan sholat malam, menyerahkan semuanya pada Yang Maha Kuasa. Sampai mendekati pagi kami tidak tidur lagi karena sudah banyak pendaki yang mulai melakukan perjalanan menuju Ranu Kumbolo dini hari itu. Awalnya suami dan teman menyarankan saya untuk tidak ikut naik, mereka pikir apa yang saya alami semalam siapa tahu adalah pertanda. Tapi saya nekat ingin ikut. Jika Rinjani saja yang rute perjalanannya ekstrim bisa dilalui, kenapa Semeru tidak? Padahal sudah diketahui sampai Kali Mati saja atau Arcopodo rute perjalanan bisa dibilang landai dan aman dilalui. Saat naik gunung, apalagi melewati tempat-tempat yang dirasa membahayakan, saya selalu berdoa dan tak jauh dari suami serta teman-teman. Begitu pula saat malam datang, saya tidak keluar tenda kecuali ikut memasak di depan tenda bersama rombongan pendaki lain. Saat mau melewati tanjakan cinta, banyak orang meniatkan dalam hatinya supaya apa yang diinginkan terkabul, khususnya dalam masalah asmara. Sementara saya, dalam hati hanya meniatkan supaya saya dan janin yang dikandung diberikan kesehatan, selamat dan baik-baik saja hingga tiba waktunya melahirkan. Berhasil! Tanpa menengok ke belakang dan tanpa berhenti saya bisa melewati tanjakan cinta dengan satu kali jalan! Saat itu yang naik Mahameru sangat banyak karena ada pendakian masal yang disponsori oleh salah satu merek perlengkapan naik gunung ternama di tanah air. Dalam perjalanan muncak sangat ramai dan saling bantu satu sama lain meski tidak saling mengenal. [caption id="attachment_265009" align="aligncenter" width="300" caption="Bersama idola para petualang dan pencinta alam, Riani Djangkaru"]
1378794163112244439
1378794163112244439
[/caption] Bahkan tidak disangka-sangka, saya bisa jumpa dengan Medina Kamil dan Riani Djangkaru. Mereka adalah petualang-petualang cantik yang sekaligus presenter acara Jejak Petualang di staisun televisi. Sungguh, saya diberikan kemudahan untuk bisa foto dan salaman dengan idola para pencinta alam itu. Padahal pendaki saat itu di Semeru mencapai dua ribuan orang lebih! Bersyukur, keinginan ngidam naik gunung tertinggi di Pulau Jawa tercapai. Meski dalam keadaan hamil sekalipun! Sebuah perjalanan tangguh yang menakjubkan. Saya sendiri merasa bagai dalam mimpi kok bisa-bisanya mempunyai kekuatan untuk menaklukan dua gunung terkenal saat hamil anak pertama ini. Betapa bangga dan masih seakan tak percaya hingga saat ini sudah melahirkan Fahmi, anak pertama yang ngidamnya ingin naik gunung itu, saya dan anak baik-baik saja.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun