Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bumil Naik Gunung (Katanya) Diikuti Kuntilanak

10 Mei 2013   08:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:49 1895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore kemarin aku baca kicauan seseorang di Twitter yang membuatku cukup tercengang. Bunyi kicauannya kurang lebih begini:
"Jangan sekali-kali naik gunung bawa orang hamil, yah. Membahayakan anggota lain karena kemungkinan besar bakal diikuti kuntilanak."

Entah benar entah tidak, tak tahu juga apakah hal itu pernah terjadi atau dialami oleh pendaki gunung yang sedang hamil. Tak pasti juga gunung mana yang ia maksud. Yang jelas, aku merasa tidak setuju dengan pendapatnya.

Wanita hamil memang beresiko tinggi jika melakukan perjalanan jauh yang melelahkan. Juga pekerjaan rumah tangga yang cukup berat. Di perkampungan dan daerah yang kepercayaannya masih tinggi wanita hamil juga masih banyak larangan untuk melakukan hal-hal yang dianggap tabu atau pamali.

Tapi naik gunung --tentu saja istilah itu ada akhir-akhir sekarang ini-- jika dilakukan tanpa melanggar peraturan atau adat istiadat daerah di lokasi gunung yang didaki, asalkan si bumil (ibu hamil) memang kondisinya kuat pasti akan lancar-lancar saja.

Naik gunung --istilah keren untuk orang yang melakukan perjalanan mencapai puncak gunung-- adalah perjalanan dengan jalan kaki dengan rute panjang dan sebagian full treking demi mencapai puncak tertingginya. Kurang lebih jika dilihat dari aktivitasnya, wanita hamil jaman dulu juga sering kok melakukan perjalanan jauh dengan jalan kaki. Ibu serta nenekku adalah contoh nyatanya.

Maklumlah jaman dahulu belum ada kendaraan. Jangankan naik kendaraan umum seperti sekarang, jalannya saja belum ada. Warga di kampung masih menelusuri jalan pinggir sawah atau jalan setapak yang melewati kebun atau hutan jika akan menuju suatu tempat. Apalagi lokasi kampung nenek moyangku memang sangat terisolir. Jauh dari jalan beraspal meski negara sudah merdeka sekian lama. Mau ke pasar, mau ke kota kecamatan, bahkan mau berkunjung ke rumah saudara pun hanya bisa dengan jalan kaki. Tidak ada pilihan.

Kembali soal kepada naik gunung dan mitos wanita hamil akan diikuti oleh kuntilanak dan akan membahayakan kepada peserta naik gunung lainnya, kurasa itu hanya hal yang dilebih-lebihkan saja. Orang terlalu berpikir jauh dan masih mempercayai akan hal-hal yang dibilang pamali oleh sesepuh atau nenek moyang.

Tentu saja sebagai muslim saya juga mempercayai adanya mahluk gaib yang berbeda alam dengan manusia. Saya juga pernah mendengar wanita hamil yang "diganggu" oleh mahluk gaib yang dipercayai sesepuh kita. Tapi saya lebih percaya kalau kita tidak mengganggu mereka, mereka pun tak akan menganggu kita.

Wanita hamil naik gunung tidak ada salahnya, selama ia masih kuat, kondisi fisik dan janin baik serta tidak melakukan hal-hal yang tidak disarankan tim kesehatan maupun orangtua/kuncen/penjaga suatu tempat. Misal jangan buang sampah sembarangan, memetik atau merusak tanam-tanaman di hutan, atau membuat gaduh hingga menganggu ketenangan setempat. Bukankah itu semua bukan hanya harus dilakukan oleh wanita hamil saja, melainkan untuk pendaki lainnya pula?

Kicauan teman di Twitter yang menekankan "jangan sekali-kali naik gunung bawa orang hamil" secara tidak langsung telah menyinggung perasaan wanita-wanita tangguh para pencinta alam. Apalagi dikaitkan dengan alasan mitos kuntilanak. Kalau alasannya karena kondisi janin yang dikhawatirkan, dan atau kondisi bumil yang tidak kuat, itu bisa masuk akal. Saya yakin si bumil pun tahu diri dan tidak akan memaksakan.

Saat hamil 3 bulan, saya ingin naik Gunung Rinjani. Dokter dan bidan meyakinkan kalau kondisi kandungan saya baik-baik saja. Karena saya dapat meyakinkan suami dan orangtua, mereka pun mengizinkan. Tentu saja saya pun harus berhati-hati, menjaga kondisi saya dan kandungan, serta tanggungjawab sendiri jika ada hal yang tidak diinginkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun