Di dunia yang penuh ketidakpastian, memulai usaha sering kali bukan soal keberanian, tapi soal keyakinan. Keyakinan bahwa ide yang selama ini cuma berputar di kepala layak diperjuangkan.Â
Begitu juga dengan rencana usaha. Tak ada investor besar, tak ada latar belakang keluarga pengusaha.Â
Siapa tahu hanya ada satu buku catatan kecil yang diisi pelan-pelan kadang di tengah malam, kadang di sela-sela makan siang kantor.Â
Di dalamnya ada sebuah mimpi untuk membuka sebuah usaha yang bukan hanya menjual makanan, tapi menyajikan rasa nyaman.
Setiap coretan di buku itu bukan sekadar angka atau daftar menu. Ia adalah blueprint dari harapan. Menghayal sebuah tempat yang sudah menjadi kenyataan.
Tempat ini sudah berdiri di pinggiran jalan yang tidak terlalu ramai. Ini sudah cukup untuk membuat orang penasaran. Interiornya hangat, lampunya lembut. Di pojoknya ada mesin kopi.Â
Di balik konter kasir, ada senyum tulus yang menyambut. Semua gambaran itu awalnya cuma tulisan, tapi mimpi yang ditulis, punya peluang lebih besar untuk jadi nyata.
Dari Meja Konsumen ke Dapur Ide: Bekal Terbaik Datang dari Pengalaman
Satu hal yang kami yakini sejak awal bahwa usaha F&B bukan sekadar jualan makanan.Â
Ia soal rasa yang ditinggalkan setelah pelanggan pergi. Dan rasa itu tidak hanya dari lidah, tapi dari pengalaman. Saya belajar banyak bukan dari teori bisnis, tapi semuanya dari (seolah-olah) menjadi pelanggan.Â
Dari duduk di bangku kafe kecil merasakan keramahan barista. Dari mencicipi pastry rumahan yang terasa dibuat dengan cinta. Dari waiting list hanya demi semangkuk mie yang dibuat dengan respek terhadap tradisi.