Pernah merasa sudah dekat dengan target, tapi justru mendadak kehilangan semangat? Atau tiba-tiba menunda-nunda hal penting padahal kamu sangat menginginkannya?Â
Jika ya, kamu tidak sendiri. Banyak orang mengalami apa yang disebut sebagai self-sabotage; perilaku yang secara tidak sadar menghalangi diri sendiri untuk berkembang.
Yang menarik, penyebabnya bukan karena takut gagal, tapi justru karena takut sukses.
Ketakutan akan sukses terdengar kontradiktif. Bukankah semua orang ingin berhasil?Â
Tapi dalam praktiknya, kesuksesan sering kali membawa konsekuensi baru: tanggung jawab lebih besar, perubahan ritme hidup, hingga potensi kehilangan orang-orang yang tidak nyaman dengan versi dirimu yang berkembang.Â
Ketakutan inilah yang membuat sebagian orang lebih memilih diam di tempat, meski potensinya besar.
Ketika kesuksesan terasa mengancam
Secara psikologis, ketakutan akan sukses bisa muncul dari berbagai sumber. Pertama, dari imposter syndrome, yakni keyakinan bahwa diri tidak layak mendapatkan pencapaian. Ketika seseorang tidak percaya pada kapasitasnya sendiri, ia akan cenderung merasa bahwa keberhasilan justru akan membuka ruang bagi kegagalan yang lebih besar. Maka ia memilih menahan diri, bahkan merusak peluang yang datang.
Kedua, ketakutan ini bisa berasal dari pengalaman masa lalu. Mungkin saat kecil seseorang pernah dimarahi karena terlalu menonjol, atau dikucilkan ketika terlihat lebih "pintar" dari yang lain. Trauma kecil semacam ini tertanam dalam ingatan bawah sadar, menciptakan pola bahwa menjadi sukses itu tidak aman secara sosial.
Ketiga, ada rasa tidak nyaman terhadap perubahan. Sukses sering kali menuntut kita keluar dari zona nyaman. Naik jabatan berarti harus menghadapi dinamika kerja yang lebih kompleks. Lulus kuliah berarti harus benar-benar hidup mandiri. Menjadi konten kreator yang viral berarti harus siap dikomentari banyak orang. Tak semua orang siap menghadapi konsekuensi ini. Maka walau sebenarnya ingin, mereka malah menunda, menarik diri, atau menciptakan alasan untuk tidak bergerak.