Tidak semua orang akan tahu apa yang sedang kita perjuangkan. Tidak semua orang akan peduli bagaimana kita sampai di titik ini.Â
Dunia kadang terlalu cepat memberi label, terlalu sering menyimpulkan dari luar, tanpa tahu apa yang terjadi di balik senyum yang dipaksakan.Â
Di tengah arus penilaian yang datang dari mana-mana, salah satu bentuk keberanian terbesar hari ini adalah memilih untuk tetap memeluk diri sendiri.
Memeluk diri sendiri bukan tentang menyerah pada keadaan. Justru sebaliknya, itu adalah bentuk penerimaan tertinggi.Â
Bahwa meski belum sempurna, kita sedang tumbuh. Bahwa meski tidak semua orang melihat usaha kita, bukan berarti usaha itu sia-sia. Dan bahwa meski kita masih jatuh bangun, kita tetap layak dihargai, terutama oleh diri sendiri.
Saat Dunia Terlalu Cepat Menilai
Media sosial kadang membuat hidup terasa seperti panggung yang terus diawasi. Satu kesalahan bisa jadi bahan pembicaraan.Â
Satu keputusan yang berbeda dianggap aneh. Kita dituntut untuk selalu tampil kuat, bahagia, produktif, seolah-olah tidak ada ruang untuk salah atau lelah. Akhirnya, banyak orang yang mulai kehilangan diri sendiri karena terlalu sibuk menjadi versi yang disukai orang lain.
Ketika dunia di luar terlalu berisik, kita butuh tempat aman di dalam diri sendiri. Tempat di mana kita bisa jujur bahwa hari ini tidak baik-baik saja. Bahwa ada luka yang belum sembuh. Bahwa ada kecemasan yang belum terjawab. Tempat itu tidak akan pernah benar-benar ada kalau kita terus menjadi orang yang paling kejam kepada diri sendiri.
Berapa kali kita memarahi diri sendiri karena tidak cukup cepat? Berapa kali kita menyalahkan diri sendiri karena tidak sesuai ekspektasi? Padahal, diri kita tidak butuh dihukum terus menerus. Ia butuh dimengerti. Butuh didengarkan. Butuh dirangkul, bukan dihakimi.