Mohon tunggu...
Tesalonika Hasugian
Tesalonika Hasugian Mohon Tunggu... Kompasianer 2024

Menyelami komunikasi pada bidang multidisipliner.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kopi Pagi, Email Malam: Apakah Tanda Terjebak Budaya Hustle?

8 April 2025   10:00 Diperbarui: 8 April 2025   09:15 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kopi Pagi, Email Malam (Sumber: Unsplash)

Kopi pagi biasanya jadi teman setia membuka hari. Tapi bisa saja aroma kopi terasa semakin kuat bukan karena bijinya yang spesial, melainkan karena stres yang menyertainya. 

Banyak dari kita memulai hari dengan kopi, tapi menutupnya bukan dengan tidur nyenyak, melainkan dengan balasan email yang tertunda. Pertanyaannya, apakah kita memang sedang rajin, atau justru sedang terjebak dalam budaya hustle?

Budaya hustle, atau sering juga disebut budaya kerja tanpa henti, semakin marak digaungkan terutama sejak media sosial penuh dengan kutipan motivasi macam "grind now, shine later" atau "kalau belum capek, berarti belum sukses." 

Motivasi semacam itu memang terasa membakar semangat di awal, tapi lama-lama bisa membakar tenaga juga dan bukan dalam artian yang sehat.

Saat Batas Antara Hidup dan Kerja Mulai Kabur

Dulu, pulang kerja berarti benar-benar pulang. Tapi sekarang, notifikasi kerja bisa mampir kapan saja. Bahkan saat sedang rebahan nonton drama Korea. WFH yang awalnya jadi harapan banyak orang, ternyata menghadirkan dilema baru: kapan waktu kerja berakhir dan kapan kehidupan pribadi dimulai?

Tidak sedikit yang merasa bersalah saat mengambil waktu istirahat. Rasanya seperti harus selalu "on", seolah ada yang mengintai dari balik layar untuk melihat siapa yang paling rajin dan responsif. Akibatnya, laptop tetap menyala meski langit sudah gelap, dan kepala tetap sibuk meski tubuh sudah rebah.

Fenomena ini bukan hanya soal manajemen waktu, tapi juga soal ekspektasi sosial. Dalam budaya hustle, keberhasilan sering diukur dari seberapa sibuk seseorang terlihat. Makin banyak proyek, makin sering begadang, makin sering upload "kerja sambil traveling", makin dianggap sukses. Padahal, kenyataannya bisa jadi sebaliknya lelah, kosong, dan tidak tahu lagi kenapa semua ini dijalani.

Membebaskan Diri dari Hustle Tanpa Harus Jadi Pemalas

Berhenti dari budaya hustle bukan berarti Anda menjadi pemalas atau kehilangan ambisi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun