Pernahkah Anda merasa seperti peserta reality show di kantor sendiri?Â
Setiap gerakan dipantau. Setiap keputusan harus dilaporkan. Bahkan waktu ke toilet pun terasa diawasi.Â
Jika iya, bisa jadi Anda sedang mengalami micromanagement tingkat akut, di mana atasan bertindak layaknya CCTV yang terus memantau tanpa henti.
Micromanagement bukan hanya soal atasan yang sulit melepas kontrol, tapi juga menunjukkan pola komunikasi yang tidak sehat dalam lingkungan kerja.Â
Ketika komunikasi berubah menjadi instruksi sepihak dan pengawasan berlebihan, kreativitas serta produktivitas tim justru bisa terhambat. Jadi, kapan micromanagement mulai berubah menjadi tanda kantor toxic?
Ketika Komunikasi Berubah Jadi Pengawasan 24/7
Komunikasi yang baik dalam tim seharusnya berjalan dua arah. Namun, di kantor dengan budaya micromanagement, komunikasi lebih banyak berupa instruksi daripada diskusi.
Atasan yang selalu ingin tahu setiap detail pekerjaan tanpa memberi ruang bagi karyawannya untuk bernapas justru menciptakan lingkungan yang penuh tekanan.Â
"Sudah sampai mana?" ditanyakan setiap lima menit, "Coba saya lihat dulu," padahal pekerjaan baru setengah jalan, atau "Jangan lupa update saya setiap satu jam!" seolah-olah karyawan tidak bisa berpikir sendiri.
Dengan teknologi, micromanagement kini semakin canggih. Beberapa perusahaan banyak menggunakan CCTV, software pemantau layar komputer, hingga sistem absensi berbasis GPS untuk mengawasi karyawan.Â