Pernah gak sih, niatnya cuma beli minyak goreng, tapi pas pulang dari supermarket, kantong belanjaan penuh dengan camilan, minuman kekinian, dan barang-barang yang tadinya sama sekali gak ada di daftar belanja?Â
Apalagi kalau menjelang Ramadan, dorongan buat belanja jadi makin menggila. Rasanya semua barang harus dibeli. Seperti baju baru, alat masak tambahan, dekorasi rumah, sampai stok sirup dan kue kering yang akhirnya numpuk di lemari.
Fenomena ini bukan hal baru. Setiap tahun, momen menjelang Ramadan seolah jadi ajang belanja besar-besaran. Supermarket penuh sesak, toko online banjir promo, dan iklan di media sosial seakan tahu banget cara membuat kita berpikir, "Iya ya, kayaknya aku butuh ini."Â
Padahal, kalau direnungkan, apa benar semua yang kita beli itu penting? Atau jangan-jangan, kita cuma terdorong oleh euforia sesaat?
Salah satu alasan terbesar kenapa kita sering beli barang yang gak dibutuhkan adalah godaan diskon.Â
Hampir semua brand berlomba-lomba menawarkan promo Ramadan dengan slogan menggoda seperti "Beli sekarang, sebelum kehabisan!" atau "Hanya berlaku sampai besok!" yang bikin kita panik dan buru-buru checkout. FOMO (Fear of Missing Out) bekerja sangat efektif di sini, membuat kita merasa harus ikut membeli, meskipun barangnya sebenarnya bukan prioritas.
Selain itu, belanja sering kali menjadi pelarian emosional. Setelah bekerja seharian, melihat barang-barang cantik dengan label best seller terasa seperti hadiah kecil untuk diri sendiri.Â
Ada kepuasan tertentu saat paket belanjaan tiba di rumah, meskipun setelahnya kita mungkin bertanya-tanya, "Kenapa aku beli ini, ya?"Â
Menjelang Ramadan, dorongan ini semakin kuat karena ada perasaan ingin menyambut bulan suci dengan sesuatu yang spesial, baik itu pakaian baru, perabot tambahan, atau bahkan belanja bahan makanan dalam jumlah yang berlebihan.
Belum lagi kebiasaan turun-temurun yang sudah tertanam sejak kecil. Kita terbiasa melihat orang tua atau keluarga melakukan belanja besar-besaran menjelang Ramadan dan Lebaran.Â