Pernahkah Anda bekerja di bawah seorang bos yang lebih suka mengkritik dengan cara yang menjatuhkan dibanding membangun?Â
Kritik seharusnya menjadi alat yang efektif untuk mendorong perbaikan kinerja, bukan malah jadi senjata yang merusak semangat kerja. Masalahnya, banyak atasan yang kurang memahami cara menyampaikan kritik dengan benar.Â
Mereka seringkali membawa hal-hal yang tidak relevan, seperti agama, status sosial, atau kehidupan pribadi bawahan. Padahal kritik seharusnya fokus pada perbaikan kinerja. Lantas, bagaimana seharusnya seorang pemimpin menyampaikan kritik dengan cara yang profesional dan efektif, agar bisa benar-benar mendorong perubahan positif?
Kesalahan Umum dalam Memberikan Kritik
Ada beberapa tipe bos yang sering salah kaprah dalam memberi kritik. Yang pertama, ada yang suka membesar-besarkan masalah kecil. Misalnya, Anda telat kirim laporan lima menit, eh langsung dikasih ceramah panjang soal kedisiplinan. Padahal, ini pertama kalinya kamu telat dan nggak berdampak besar ke pekerjaan.
Lalu ada juga bos yang suka nyerang secara personal. Misalnya, "Kamu dari dulu emang kurang disiplin," atau yang lebih parah, "Ngepain kamu pakai kerudung atau kalung Salib, kalau attitude aja tetap gak benar?"Â
Lho, ini kerjaan atau masalah pribadi? Kritik semacam ini bukan cuma nggak profesional, tapi juga bisa bikin karyawan kehilangan respek kepada atasan.
Terus, ada lagi tipe bos yang cuma bisa nyalahin tanpa ngasih solusi. Misalnya, "Laporan ini berantakan!" Ya terus? Apa yang salah? Harus diperbaiki di mana?Â
Tanpa arahan atau solusi yang jelas, kritikan hanya akan menjadi omelan yang tidak berguna. Kritik yang disampaikan tanpa tujuan yang jelas malah bisa membingungkan karyawan. Apalagi justru mendorong mereka merasa terpojok atau tidak dihargai.Â
Sebuah kritik yang konstruktif haruslah dilengkapi dengan saran atau langkah perbaikan yang konkret, agar karyawan tahu apa yang perlu diperbaiki dan bagaimana cara memperbaikinya. Tanpa hal itu, kritik justru bisa merusak motivasi dan menghambat perkembangan karyawan, padahal tujuannya seharusnya untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas tim.