Mohon tunggu...
Termakan Cinta
Termakan Cinta Mohon Tunggu... Freelancer - Suka bikin cerita

Duo yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

22 C Cinta

13 Juli 2019   21:20 Diperbarui: 13 Juli 2019   21:54 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            "Santi...," katanya dengan nada yang terdengar menggoda. Dia mulai memandangiku dari atas kepala hingga kakiku. "Gambar di kaosmu sangat imut seperti kamu, dan sweater pink-mu semakin membuatmu nampak begitu mempesona."

            Aku bisa merasakan wajahku semakin memerah karena perkataannya yang tiba-tiba dan apa adanya membuat jantungku berdebar kencang. "Te---terima kasih," sahutku dengan setengah tersenyum.

            Sesaat, aku melihat tangannya---juga badannya---sedikit bergetar. Aku bingung kenapa baru sekarang badannya menggigil kedinginan. "Uh... bolehkah kamu mendekat sedikit? Badanku masih kena tetesan hujan, lho," katanya.

            Dengan cepat aku pun mendekatinya karena dia kali ini tidak ingin kehujanan. Kini Septian hanya berjarak beberapa senti. Aku bisa melihat lentik bulu matanya, kedua alis yang melengkung dan hamnpir tersambung, menghiasi tatapan tajam matanya. Aku juga mendapati tahi lalat kecilnya yang menempel di pipi kanannya, yang sulit dilihat jika tidak sedekat ini.

            Oh, tidak! Aku menatapnya terlalu lama! Aku langsung mengalihkan pandanganku di sebelah kananku, menyaksikan ribuan tetesan hujan jatuh dan menciptakan gelombang-gelomnbang indah di atas sungai. Aku ingin tahu tentang hidupnya, itulah yang aku rasakan saat ini.

            Tiba-tiba, aku mendengar suara endusan yang sedikit mengekejutkanku. Aku melihat ia sedang mencium sesuatu, begitu dekat dengan wajahku, hingga sejengkal jari saja bibirku bertemu dengan bibirnya....

            Septian mundur sesaat seraya tersenyum. "Aromamu wangi sekali! Parfum apa yang kamu pakai?"

            "Aku... meraciknya sendiri."

            "Wow, keren! Sepertinya kamu gadis yang serba bisa." Kali ini suaranya terdengar lebih hidup, tidak sedatar tadi. Ah..., sepertinya aku bisa membuatnya lebih bersemangat lagi!

            "Terima kasih. Tapi, aku tidak serba bisa juga," sahutku. "Kamu keren juga, kok. Kaos hitam yang kamu pakai menggambarkan kamu seperti sedang dalam kesedihan."

            "Jadi, menurut kamu aku keren kalau aku sedang tertekan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun