Mohon tunggu...
Yugo Tara
Yugo Tara Mohon Tunggu... Pengacara - PW

Observer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kenapa Selalu Skeptis kepada Pemimpin Muda?

17 Agustus 2018   14:45 Diperbarui: 17 Agustus 2018   15:16 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru-baru ini, ranah perpolitikan di Amerika Serikat (AS) digemparkan oleh munculnya seorang kandidat gubernur negara bagian yang masih berusia belia. Namanya, Ethan Sonneborn, seorang remaja yang baru berusia 14 tahun. 

Ia mencalonkan diri sebagai kandidat gubernur Vermont dan bersaing dengan politisi dewasa dalam memperebutkan tiket pencalonan dari Partai Demokrat. Meski akhirnya ia tersingkir, karena kalah suara dari Christine Hallquist, wanita transgender pertama yang menjadi calon partai besar sepanjang sejarah AS.

Fenomena ini setidaknya menunjukkan bahwa usia muda bukanlah halangan untuk berkiprah di dunia politik. Sikap skeptis yang tumbuh di masyarakat selama ini, yang menganggap anak muda tidak akan cakap sebagai pemimpin, perlahan mesti dihilangkan. Memang pengalaman menjadi sebuah nilai berharga dalam kepemimpinan, tetapi juga bukan sebuah keharusan. Banyak pemimpin di dunia yang berhasil, walau pada awalnya mereka minim pengalaman.

Lihat juga bagaimana saat ini negara-negara maju sudah mempercayakan kepemimpinan nasional mereka kepada anak-anak muda. Prancis misalnya. Emmanuel Macron, pemuda yang masih berusia 39 tahun dipilih oleh mayoritas rakyat sebagai presiden mereka. Lalu ada juga Perdana Menteri Estonia, Juri Ratas, yang berumur 38 tahun.

Kemudian PM Ukraina, Volodymyr Groysman (38 Tahun), PM Kanada Justin Trudeau (44 Tahun), PM Yunani Alexis Tsipras (35 Tahun), Presiden Polandia Andrzej Duda (43 Tahun), Presiden Georgia Giorgi Margvelashvilli (44 Tahun), dan PM Tunisia Youssef Chahed (40 Tahun). Mereka semua telah menunjukkan kapasitas sebagai seorang pemimpin, meski dari segi usia masih terbilang muda.

Sementara di negeri kita, sikap skeptis terhadap anak muda masih tumbuh dengan subur. Lihat saja perlakuan sebagian kalangan terhadap Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Mereka menganggap politisi muda Partai Demokrat ini masih belum matang, kurang pengalaman, belum waktunya menjadi pimpinan. Padahal kematangan usia tidak bisa dijadikan patokan akan kemampuan memimpin seseorang. Jadi kenapa kita selalu skeptis kepada pemimpin muda?

Jika jujur menilai, AHY sudah cukup membuktikan diri sebagai salah satu pemimpin muda yang pantas memimpin bangsa ini. Di usia yang baru menginjak 40 tahun, ia sudah memiliki sikap ksatria, serta arif dan bijaksana. Begitu kalah dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta, ia bisa menerima. Saat tersingkir di menit-menit akhir pencalonan sebagai calon wakil presiden, ia berlapang dada. Bahkan, dalam pidatonya, ia justru meminta maaf kepada pendukung dan kader partai, karena belum mampu mewujudkan harapan mereka.

"Tidak ada jalan yang lunak untuk mencapai cita-cita dan tujuan yang benar. Saya menangkap ada rasa sedih, kecewa, bahkan marah melihat situasi ini. Tapi saya mengajak agar kita semua dapat menerima takdir Allah SWT, menerima realitas ini dengan baik dan ikhlas. Saya yakin ini yang terbaik untuk diri saya pribadi dan kita semua sebagai bangsa Indonesia." 

Begitu kata yang terucap dari mulut AHY. Sebuah sikap bijaksana yang ia warisi dari sang ayah, Presiden RI dua periode, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Semoga suatu saat nanti, AHY bisa menjadi pemimpin di negeri ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun