Mohon tunggu...
Khulfi M Khalwani
Khulfi M Khalwani Mohon Tunggu... Freelancer - Care and Respect ^^

Backpacker dan penggiat wisata alam bebas... Orang yang mencintai hutan dan masyarakatnya... Pemerhati lingkungan hidup... Suporter Timnas Indonesia... ^^

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perlukah UU Nomor 41 tentang Kehutanan di Revisi?

10 Maret 2017   11:46 Diperbarui: 10 Maret 2017   22:00 4408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

(Sebuah Dilema Rimbawan)

Oleh : Khulfi M Khalwani

Sumberdaya alam (SDA) berupa hutan bagi berbagai komunitas di Indonesia, tidak hanya memiliki nilai ekonomi tetapi juga makna sosial, budaya dan politik. Dengan kata lain, SDA berupa hutan berperan penting dalam pembentukan peradaban kehidupan manusia di Indonesia, sehingga setiap budaya dan etnis memiliki konsepsi dan pandangan tersendiri tentang penguasaan dan pengelolaan dari sumberdaya hutan.

Dalam pengelolaan sumberdaya alam konvensional, termasuk di dalamnya pengelolaan hutan konvensional yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan, lazimnya ilmu pengetahuan ditempatkan pada posisi penentu akhir dan satu-satunya pengarah dalam penyusunan kebijakan untuk pengelolaan. Dengan demikian, maka rumusan pengelolaan terutama disusun berdasarkan kepada konsep-konsep penerapan teori-teori ilmu pengetahuan yang lazimnya bersifat universal. Sejarah panjang pengelolaan sumberdaya alam dengan pendekatan seperti ini telah memberikan pelajaran yang sangat berharga bahwa dalam prakteknya kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya alam yang dihasilkan seringkali memberikan dampak sosial berupa konflik yang merugikan. [1]

Konflik sosial ini pada umumnya muncul sebagai akibat beragamnya harapan dan kepentingan pihak-pihak yang berkepentingan di dalam masyarakat terhadap manfaat dari pengelolaan sumberdaya alam tersebut, dan tidak seluruhnya dapat diakomodasikan dalam kebijakan yang dibuat. Itulah sebabnya mengapa dalam pengelolaan sumberdaya alam mutakhir, ilmu pengetahuan tidak diposisikan sebagai satu-satunya pengarah dalam menentukan kebijakan pengelolaan. Ilmu pengetahuan yang utuh, kuat, dan logis harus disejajarkan dengan hasil penilaian yang baik dari para pihak pemangku kepentingan dalam memberikan arah kebijakan pengelolaan sumberdaya alam tersebut (based on sound science and good judgement).

Sebelum orde baru, pengalaman pengusahaan hutan di Indonesia pada kenyataanya adalah pengalaman dari Pemerintah yang secara langsung mengusahakan hutan, seperti halnya Perum Perhutani. Sementara peranan “hutan milik” di Indonesia sangat kecil dan pengalaman pihak swasta dalam mengusahakan hutan negara juga sangat kecil. Oleh karena itu dapat dimaklumi bahwa selama itu masalah-masalah yang menyangkut pengaturan property right tidak muncul secara nyata. Permasalahannya menjadi lain semenjak Orde Baru yang mencanangkan percepatan pembangunan khususnya di bidang ekonomi. Pengusahaan hutan alam Negara mulai ditingkatkan dalam bentuk eksploitasi kayu secara besar-besaran yang kemudian diekspor untuk mendapatkan dana cair bagi ekonomi nasional.[2] 

Pada kenyataannya, hutan merupakan salah satu sumberdaya yang bersifat Common Pool Resources (CPRs) yang sering menimbulkan konflik pemanfaatan 3.[3] Hingga dekade 1970-an dan beberapa diantaranya hingga kini, sumberdaya alam masih banyak diakses dan dikontrol oleh institusi lokal/ rejim adat (common property regime). Sejak ditetapkan UUD 1945: sumberdaya alam (bumi, tanah, dan air) tergolong sebagai state property(sumberdaya alam diakses dan dikontrol oleh rejim Negara). Perubahan akses dan kontrol dari common property regime ke state property regimeterkadang mengakibatkan SDH menjadi akses terbuka (open access resource) karena keterbatasan dalam pengawasan.

Penguasaan hutan oleh Negara bukan merupakan suatu pemilikan, tetapi Negara memberi wewenang kepada Pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan. Hal ini tertuang dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3); Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Tata kelola hutan sebagai salah satu SDA yang dimiliki Republik Indonesia harus sejalan dengan konstitusi. Artinya penyelenggaraan kehutanan harus mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan dan berkelanjutan. Oleh karena itu tata kelola hutan perlu dilakukan dengan asas manfaat, lestari, kerakyatan keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan dengan dilandasi akhlak mulia dan bertanggung jawab.[4]

Disadari atau tidak, banyak pihak yang menilai bahwa UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang Undang (UU tentang Kehutanan) sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip penguasaan dan pengurusan hutan, serta tuntutan perkembangan keadaan saat ini. Dalam implementasi Undang Undang tersebut masih banyak isu dan permasalahan, seperti berkurangnya deforestasi, alih fungsi kawasan hutan, perusakan dan perambahan hutan, kasus kebakaran hutan, konflik tenurial dan konflik sosial masyarakat di dalam dan sekitar hutan, termasuk masyarakat hukum adat. Selain permasalahan tersebut juga terdapat disharmonisasi dengan peraturan kebijakan lainnya.

Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Penyusunan agenda (agenda setting) terhadap kebijakan kehutanan di Indonesia adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik guna menghadapi prospek kehutanan di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun