Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lenyap Bersama Angin

12 Oktober 2021   22:44 Diperbarui: 12 Oktober 2021   23:08 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siluet senja di ufuk barat (Dok. Pribadi)

Senja turun menggantikan terik siang hari. Lukisan indah menghiasi langit di ufuk barat, menyelimuti siluet gunung-gemunung yang bergeming diterpa angin kencang musim kemarau.

Oktober belum lagi setengah jalan, tapi gerahnya hari benar-benar membikin lesu raut wajah dan membakar kulit dengan anginnya yang kering. Tatapan Tejo tampak kosong sekalipun pandangannya mengarah ke lukisan senja bak mahakarya. Pikirannya seperti lepas dari raganya.

Sulit rasanya membayangkan perhatian bisa teralih dari pemandangan alam yang elok itu kalau bukan karena sebuah pergumulan batin yang berat. Beberapa kali Tejo mendesah sambil mengepulkan asap rokok kretek yang sudah terbakar setengah, kebanyakan akibat tertiup angin sore ketimbang dihisap. Pipinya tampak kempot dengan kerutan tak beraturan di kiri dan kanan wajahnya yang kusut.

Surti, istrinya, memanggil dari pintu dapur. "Bang, beras sudah habis," katanya pelan mengusik lamunan Tejo.

Tejo yang duduk di atas sebuah kursi kayu yang sudah reot seperti tidak mendengar apa-apa. Tatapannya masih terpaku jauh entah ke mana.

"Bang, beras sudah habis. Belilah barang satu mug ke warung untuk makan malam kita," sambung Surti. Kali ini suaranya lebih keras tapi agak parau.

Tejo tidak berkata apa-apa. Dia beranjak dari kursi reot itu sambil merogoh sakunya. Dia menyerahkan selembar uang dua puluh ribu rupiah kepada Surti.

Dalam diam dia masuk ke dalam gubuknya. Gubuk itu tampak letih berjuang melawan terpaan angin gunung yang makin menderu seiring tenggelamnya mentari dalam gulita.

***

Tejo sudah dua puluh tahun hidup bersama dengan Surti. Biduk rumah tangga mereka sering kali mengalami badai akibat kesulitan ekonomi. Mereka dikaruniai dua orang anak, Degol dan Manti namanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun