Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nyepi sebagai Aktualisasi Makna Saling Mengasihi

13 Maret 2021   12:20 Diperbarui: 13 Maret 2021   21:14 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sehari menjelang hari raya Nyepi Tahun 2021, atau tahun baru Saka 1943, pada Sabtu, 13/03/2021, kami menghadiri sebuah acara pesta adat pernikahan salah satu kerabat di kota Binjai, Sumatera Utara. 

Ada yang unik dalam hubungan pesta adat di masa pandemi dengan perayaan Nyepi. Memaknai pesta di masa pandemi, tentu saja sama sekali tidak sama dengan makna pesta yang berarti perayaan sukaria yang ditandai dengan jamuan makan minum, dengan kumpulan sejumlah besar orang.

Pada masa pandemi, ada yang baru dalam pelaksanaan pesta adat terkait penerapan protokol kesehatan. Jumlah undangan semakin dibatasi, antara 200-300 orang, dan biasanya di ruang terbuka, wajib memakai masker, menjaga jarak, menyediakan fasilitas cuci tangan bagi para handai taulan dan para tamu undangan, serta durasi acara yang dipersingkat.

Kini, sudah biasa jabat tangan erat digantikan dengan salam hangat, salam sehat saja. Dulu sebelum pandemi, tak jarang pesta adat pernikahan menghadirkan ribuan orang, dan dengan durasi acara yang bisa berakhir saat malam. 

Sementara itu, Nyepi sebagai sebuah perayaan hari besar keagamaan juga tidaklah sama dengan perayaan hari besar keagamaan lainnya. Nyepi justru "dirayakan" dengan sepi dalam arti sebenarnya.

Apa yang menghubungkan kedua momen ini, pesta di masa pandemi dan hari raya Nyepi, adalah dalam semua penyesuaian yang terjadi keduanya masih mengandung makna "rekreasi" di dalamnya. Rekreasi dalam hal ini lebih tertuju pada berlangsungnya suatu proses penarikan diri (retreat) dari rutinitas sehari-hari menuju sebuah momen perenungan eksistensial. Rekreasi bukan bentuk "jalan-jalan" tanpa tujuan.

Saya mencoba memetik hikmah dari pelaksanaan pesta adat hari ini dari sosok seorang Pak Sitorus yang menempati sebuah sudut di sekitar area pelaksanaan pesta adat. Dia berjualan makanan dan minuman ringan.

Pak Sitorus berdomisili di kota Binjai. Dulu, sebelum pandemi melanda pada 2020, dia biasa berjualan makanan dan minuman di pelaksanaan pesta adat, baik sukacita maupun dukacita, hingga sekitar daerah Marike dan Bahorok, Kabupaten Langkat.

Sebagaimana penuturannya, puncak "kesepian" usaha jualan makanan dan minuman pada pelaksanaan pesta itu dirasakannya selama tahun 2020 yang telah lalu. Tahun ini sudah mulai dilakukan pesta, meskipun pesta kini sudah jauh lebih sepi.

Sebagai dampak dari pandemi ini, pendapatannya dari hasil berjualan turun sampai 2 kali lipat. Meskipun sudah mulai ada pelaksanaan pesta adat, tapi takjarang tuan rumah pelaksana pesta harus mencari desa lain yang tak mempermasalahkan adanya pelaksanaan pesta. Sebab takjarang juga ada desa yang menolak adanya pelaksanaan pesta adat.

Apa yang bisa ditarik dari potret realitas kehidupan kini di masa pandemi, salah satunya bahwa makna ungkapan "Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri" menjadi semakin relevan dan aktual. Apa yang menjadi batasan dalam menentukan hal yang bisa dan tak bisa dilakukan terutama adalah, apakah yang kita lakukan berguna bagi kita dan orang lain atau tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun