Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengira Bulan adalah Lampion, Merayakan Cap Go Meh di "Pusat Asia"

28 Februari 2021   23:18 Diperbarui: 1 Maret 2021   16:17 1107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulan Purnama di Kacinambun Highland, 27/02/2021 (Dokpri)

Pak Jon pada masa mudanya, sekitar tahun 1970-an, pernah menjadi koki di hotel Rudang. Itu adalah sebuah hotel berbintang dan termasuk paling tua bersama hotel Bukit Kubu, di kota Berastagi.

Pak Jon muda, pada sebuah sayembara memasak di Hotel Danau Toba Internasional, Medan, 1971|Dokumentasi Pak Jon
Pak Jon muda, pada sebuah sayembara memasak di Hotel Danau Toba Internasional, Medan, 1971|Dokumentasi Pak Jon

Dia bercerita kalau pada masa dulu bekerja di hotel itu, baru mulai masuk bulan Oktober setiap tahunnya adalah awal dari sebuah masa high season dengan tingkat okupansi hotel yang penuh sepanjang hari sepanjang bulan hingga akhir tahun, di Berastagi. Namun, kini pariwisata dalam indikator lama kunjungan dan tingkat okupansi hotel, sudah tidak menentu dan cenderung menurun, katanya.

Selain karena dampak pandemi, mungkin ada penyebab lainnya menurut dia yang tidak aku dalami. Mungkin dia juga masih sering berkomunikasi dengan rekan-rekan dan kenalannya di bidang ini, tokh dia adalah mantan koki hotel di sebuah kota wisata.

Kini, Pak Jon sudah berusia 78 tahun. Dia bercerita, bahwa kakeknya dulu adalah seorang pemilik kedai kopi di salah satu sudut kota Kabanjahe, yang berdiri sejak tahun 1943. Nama kedai itu adalah "kedai kopi sentral." Kedai itu juga menjadi semacam "kantor" bagi sebuah armada taxi bernama "Hiba" pada masanya.

Pak Jon dan dapur rumah makannya, 27/02/2021 (Dokpri)
Pak Jon dan dapur rumah makannya, 27/02/2021 (Dokpri)
Lalu orang tuanya melanjutkan usaha kedai kopi itu, juga warung mie pansit dan masakan khas Tiongkok yang kini dilanjutkannya. Dalam perjalanan hidupnya, sebelum mewarisi rumah makan ini, Pak Jon sempat juga menjadi koki di kapal pesiar dan di rig pengeboran minyak lepas pantai pada beberapa lokasi di Indonesia. Itu adalah pada masa sekitar tahun 1975.

Pak Jon muda pada sebuah kesempatan memasak lobster di dapur sebuah rig offshore, 1975|Dokumentasi Pak Jon
Pak Jon muda pada sebuah kesempatan memasak lobster di dapur sebuah rig offshore, 1975|Dokumentasi Pak Jon

Dia yang sudah sepuh, lahir dan besar di Tanah Karo ini, menitipkan pesan sebelum aku pamit dari warung makannya. "Kita perlu membuat upaya agar hal-hal yang berhubungan dengan pelestarian budaya, lagu-lagu, musik, dan tari tradisional Karo kembali dihidupkan di simpul-simpul destinasi pariwisata kita. Itu untuk kembali mendongkrak pariwisata Tanah Karo," katanya.

Itu diucapkan oleh Pak Jon, di rumah makannya, sehari setelah Cap Go Meh. Sembari aku menikmati lagu-lagu tradisional Tiongkok yang sedang diputar di pesawat televisinya. Aku merasa seperti sedang menikmati sebuah senja di rumah makan di sebuah daerah di daratan Tiongkok. Sehari setelah Cap Go Meh, di "pusat Asia."

Rujukan: Cap Go Meh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun