Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Pohon adalah Penanda Kehidupan dan Perekam Sejarah yang Setia

21 November 2020   23:23 Diperbarui: 25 November 2020   12:32 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beringin Sukarno, Berastagi, 2020 (Dokpri)

Sebab, kenyataan telah membuktikan, bila pohon tidak ditebang tanpa alasan, seringkali manusia yang pergi lebih dahulu meninggalkan dunia, dibandingkan pohon-pohon yang tetap bertahan melintasi zaman, hingga ratusan tahun.

Begitu juga dengan tanaman lain, yang dimaksudkan untuk kepentingan umum. Sudah seharusnya orang-orang umum ikut merawatnya. Kecuali karena alasan sudah mengganggu kepentingan umum, seringkali pohon dan tanaman lainnya di tempat-tempat umum malah dihabisi tanpa keterangan dan alasan yang jelas. Tidak jarang, ada saja ada orang yang tak bisa menahan dirinya untuk tidak merusaknya secara tak karu-karuan.

Bila ia dibiarkan hidup, lihat saja jenis pohon kayu cemara Norfolk yang sudah sangat tua di bawah ini. Setahu saya cemara jenis ini hanya tinggal satu batang di kota ini. 

Berdasarkan info yang saya terima, pohon ini sudah ada sejak zaman penjajahan Jepang, setidaknya itu sudah lebih tua dari kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah 75 tahun lebih 3 bulan.

Cemara Norfolk, GBKP Asrama Kodim Kabanjahe (Dokpri)
Cemara Norfolk, GBKP Asrama Kodim Kabanjahe (Dokpri)
Kini pohon tampak sudah miring dan suatu waktu mungkin akan roboh. Pohon jenis pinus atau cemara yang langka ini, berlokasi di samping gedung Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Asrama Kodim, Kabanjahe, Sumatera Utara.

Salah seorang rekan di fanpage facebook Bangunan Kolonial Kota-kota Indonesia, mengatakan bahwa walaupun langka di Tanah Karo, cemara Norfolk sangat mudah ditemukan di Bandung, jadi penghias di taman taman kota seperti salah satu sudut di daerah Dago Bandung ini.

Cemara Norfolk, Dago-Bandung (Foto: Nur Ihsan)
Cemara Norfolk, Dago-Bandung (Foto: Nur Ihsan)
Selain sebagai tanaman peneduh dan penghias taman kota seperti masa kini, pada masa dahulu kala, keberadaan pohon pun sudah begitu penting bagi nenek moyang suku Karo. 

Pohon beringin raksasa yang disebut "Jabi-jabi", seperti yang terdapat di desa Lau Pakam, Kecamatan Mardingding, dekat perbatasan Kabupaten Karo, Sumatera Utara dengan Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh ini, seringkali dipakai sebagai tempat untuk melaksanakan musyawarah (runggu, dalam bahasa Karo) untuk menyelesaikan suatu permasalahan, sidang adat, atau sekadar ramah-tamah.

Ada lagi sebuah pohon beringin yang tumbuh di pekarangan rumah pengasingan Presiden Indonesia pertama, Ir. Sukarno, di Berastagi. Beringin itu diberi nama "Beringin Sukarno", yang menurut pak Sahat, pengelola rumah, sudah berumur 150 tahun.

Konon pohon seperti ini hanya ada di 2 tempat, satu yang di Berastagi ini, dan yang satunya lagi ada di Belanda. Uniknya, pohonnya seperti pohon beringin pada umumnya, tapi daunnya mirip daun pohon cemara.

Beringin (dokpri)
Beringin (dokpri)
Beringin Sukarno, di rumah pengasingan Presiden Sukarno, Berastagi (Dokpri)
Beringin Sukarno, di rumah pengasingan Presiden Sukarno, Berastagi (Dokpri)
Begitupun sebuah kesaksian reportase dari tahun 1938 pada Koran Sin Po, yang memuat artikel berjudul "Dari Sumatra Barat ka Sumatra Timoer" (Sumatera Utara saat ini). Koran Sin Po adalah koran Tionghoa-Melayu yang berbahasa Melayu dan terbit di Hindia Belanda sejak tahun 1 Oktober 1910.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun