Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Cimpa Hekter", Mewarisi Tradisi dalam Penyesuaian

30 Oktober 2020   16:19 Diperbarui: 30 Oktober 2020   17:05 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membuat Cimpa Hekter (dokpri)

Setelah ditemukannya stapler, masyarakat Karo pun tepikir untuk mengganti ruas bambu dengan daun bengkuang yang dijepit dengan stapler. Bandingkan dengan dulu, cimpa bohan yang dimasak di dalam ruas bambu dan dipanasi dengan kayu bakar.

Mudah memahami, bahwa semakin lama, mungkin akan semakin susah mendapatkan bambu, mencari kayu bakar dan mendapatkan gula aren. Ditambah manusia yang semakin sibuk dengan tuntutan kebutuhannya.

Kalaupun bahannya masih ada, mungkin sudah lebih mahal dari pada daun bengkuang yang distapler, dan gula pasir. Atau waktu luang untuk membuatnya yang semakin tidak tersedia.

Tentu saja beda bahan, cara dan teknik memasak akan menyebabkan cita rasa turut menjadi berbeda. Namun, patut disyukuri bahwa penyesuaian yang dilakukan masyarakat adat dalam melestarikan masakan tradisionalnya, setidaknya memungkinkan generasi ke generasi bisa tetap menikmati warisan budaya leluhurnya.

Wasana Kata

Melihat gambaran kesamaan berbagai penganan tradisonal di berbagai daerah di Indonesia, sekali lagi menjelaskan bahwa manusia dalam pergerakannya akan selalu mendorong terjadinya pembauran tradisi. Namun, penyesuaian laku sebagaimana ungkapan "dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung" tidak serta merta membuat akar budaya ibunya tercerabut sepenuhnya.

Kemungkinan melakukan perubahan atau penyesuaian dalam budaya adalah laku untuk mencapai kesepakatan yang paling mungkin diterima oleh sebanyaknya orang.

Selanjutnya, itupun satu bukti lagi bahwa Indonesia dalam satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa, sesungguhnya adalah kumpulan budaya yang berbeda-beda, tetapi tetap satu jua.
Kita bersaudara bukan?

Rujukan: 1, 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun