Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Refleksi Ulang Tahun, "Dan Ternyata Cinta yang Menguatkan Aku"

16 Februari 2020   03:00 Diperbarui: 29 Juli 2022   20:04 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto momen ulang tahun, 15-02-2020 (dokpri)

Lagi lanjutnya, dalam kenyataan pemisahan antara keduanya, agama dengan nilai kultural maupun etika umum di masyarakat, muncullah bentuk ideologis yang disebut sebagai sekularisasi. Hal ini tergambar dalam berbagai bentuk hubungan.

Dalam aspek institusional terjadi pemisahan antara agama dan negara, dalam aspek ideologi terjadi pemisahan antara agama dan budaya, dalam aspek esensi terjadi pemisahan antara keimanan dan falsafah publik. Manifestasi atas hal ini terlihat misalnya dalam contoh pada Revolusi Perancis, karena tidak terakomodasinya adat istiadat dan corak sosial mainstream yang berkembang.

Namun, manusia memang terus berkembang dengan pemikirannya sendiri. Pikiran sejatinya memberikan ruang yang luas sekalipun terbatas, yang perlu didalami secara holistik, bahkan secara radikal sebagai bentuk kecintaan akan hikmat. Di sanalah filsafat mendapatkan tempatnya, dengan kata lain secara singkat filsafat bisa diterjemahkan langsung sebagai kecintaan akan hikmat.

Dalam buku yang sama, Aneka Pendekatan Studi Agama, Bob Fisher membagi 4 cabang pendekatan filosofis. Pertama, logika sebagai bentuk nalar atau rasio sebagai seni berargumen yang koheren dan rasional. Kedua, metafisika yang berurusan dengan pertanyaan-pertanyaan yang paling mendasar dan fundamental tentang kehidupan, eksistensi serta sifat dari eksistensi itu sendiri.

Ketiga, epistemologi sebagai gabungan dari logika dan metafisika yang berperan dalam alam sadar dan alam bawah sadar pikiran manusia. Gabungan keduanya, logika dan metafisika, menentukan minat kita pada apa yang dapat kita ketahui serta bagaimana cara kita untuk mengetahuinya. Ini menjelaskan sebab timbulnya paradoks yang menyebabkan kita tidak bisa mempertanyakan apa yang sudah kita ketahui atau mempertanyakan apa yang tidak kita ketahui.

Maka patutlah kita berasumsi, apakah karena kita tahu maka kita tidak perlu bertanya atau kita tidak tahu apa yang kita tidak tahu? Keempat, etika yang secara harafiah dapat diartikan sebagai studi tentang sopan santun, kaidah-kaidah tentang kewajiban, keadilan, cinta dan kebajikan sebagai manusia.

Dalam kaitannya dengan agama, Bob Fisher membagi 5 posisi utama hubungan filsafat dengan agama, yakni: filsafat sebagai agama, sebagai asisten bagi agama, sebagai pembuka ruang untuk iman, sebagai alat bantu analitis bagi agama, dan sebagai sebuah studi terhadap penalaran konsep religius.

Mengingat objek material filsafat ada dalam alam empiris, dalam pikiran dan dalam segala kemungkinan, maka akan ada banyak sekali kemungkinan manusia menafsirkan berbagai hal, dan dari banyak kemungkinan itulah timbulnya pengetahuan manusia. Sementara itu objek formal filsafat adalah sudut pandang yang holistik, radikal dan rasional atas segala hal yang bisa diketahuinya, dan itulah yang menjadi hakikat pengetahuan manusia.

Penjelasan ini adalah gambaran dari pandangan yang berkembang dari dua filsuf besar Athena, Plato dan Aristoteles. Bila realitas tertinggi menurut Plato adalah sesuatu yang bisa kita pikirkan dengan akal kita, maka realitas tertinggi menurut Aristoteles adalah sesuatu yang bisa kita lihat dengan indera kita. Kesamaan kesimpulan kedua pandangan ini seolah hendak mengatakan bahwa sebab terakhir, yang dikatakan sebagai realitas tertinggi itu, adalah sebuah tujuan.

Tidak berbeda dari kedua filsuf ini, adalah Herodutus dan Thucydides, yang juga merupakan ahli sejarah Yunani yang paling terkenal, dan hidup lebih awal dari Plato dan Aristoteles. Mereka selalu mencari penjelasan alamiah tentang jalannya sejarah. Mereka adalah dua orang berpikir yang hidup pada rentang tahun 484 hingga 400 Sebelum Masehi, namun pada masa itu pun mereka punya keyakinan bahwa penyebab kekalahan dalam sebuah peperangan bukanlah peran para dewa.

Berbeda dengan pandangan para filsuf ini, adalah pandangan Yohanes Calvin, yang dalam bukunya Institutio, menjelaskan bahwa dalam penciptaan dunia dan manusia janganlah kita mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dijawab oleh Kitab Suci.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun