Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Refleksi Ulang Tahun, "Dan Ternyata Cinta yang Menguatkan Aku"

16 Februari 2020   03:00 Diperbarui: 29 Juli 2022   20:04 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto momen ulang tahun, 15-02-2020 (dokpri)

Pernah pada suatu pagi, saat mengantar anak-anak ke sekolah, saya memutar siaran radio pada frekuensi 98,9 FM yang pada setiap pukul 07:00 wib mulai mengudara dengan terlebih dahulu mengumandangkan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Selanjutnya, sebagaimana biasanya pada jam dan gelombang yang sama, stasiun radio itu menyiarkan acara siraman rohani yang dibawakan oleh Pendeta Yosias Dandra.

Ada satu kutipan yang disampaikan oleh sang pembawa acara sebagai cara cerdik untuk membedakan sekaligus mempersamakan Liberalisme dan Sosialisme dari sudut pandang agama, bahwasanya pandangan politik yang bertolakbelakang dari kedua aliran ini sebenarnya sama saja, kurang lebih katanya kira-kira: "Kalau kaum liberalis suka menambahkan sesuatu menurut pandangannya sendiri kedalam ayat-ayat kitab suci, maka kaum sosialis suka mengambil sesuatu dari ayat-ayat kitab suci dan menafsirkannya menurut pandangan dan kepentingan mereka sendiri."

Tentu saja pandangan atas hal ini bukanlah sesuatu yang bisa diterima begitu saja oleh kaum agamawan. Sebelum menghaikiminya sebagai hal yang benar atau salah, toh tidak ada seorang pun yang bisa menyelami tingginya, dalamnya, sekaligus luasnya Sang Maha Kuasa sebagai entitas yang pertama dan utama di semesta raya ini.

Namun, apa yang menarik dalam hal ini adalah, bahwa berbagai hal dalam hidup ternyata memang mengandung kontradiksi dan paradoks dalam dirinya sendiri. Begitupun dengan usia manusia, tidak jelas untuk bisa mengatakan pada usia berapa manusia bisa dikatakan cukup umur, dewasa atau cukup tua dalam hal pandangan hidup.

Maka adalah hal yang kontradiktif dalam momen ulang tahun atau peringatan hari kelahiran seorang manusia untuk mengatakan selamat bertambah usia, bila pada saat yang sama ternyata pertambahan angka usia ternyata juga turut mengurangi sisa waktu yang dia miliki untuk hidup, menurut ukuran yang sudah ditetapkan baginya, bahkan sejak dalam kandungan ibunya oleh Sang Maha Pencipta.

Dalam studi antar agama, sebagaimana yang dilakukan dan didokumentasi dalam buku History of God oleh Karen Armstrong misalnya, mengatakan bahwa Dia, Sang Maha Pencipta, dialami dalam semilir angin dan dalam paradoks keheningan yang riuh.

Atau penjelasan Roland Robertson dalam buku Aneka Pendekatan Studi Agama karangan Peter Connoly, yang mengatakan bahwa pertumbuhan agama bisa juga dipandang sebagai bentuk resistensi kultural dan etik pada masyarakat.

Bukti-bukti pandangan ini misalnya terlihat juga dalam pandangan sosiolog berkebangsaan Spanyol, Jose Casanova, yang mengatakan bahwa agama telah merenovasi dominasi posisi publik dan politiknya di banyak pelosok dunia selama 30 tahun terkahir.

Sebagaimana terlihat misalnya dalam perkembangan teologia pembebasan pada negara-negara di Amerika Latin, di mana terjadi semangat perubahan dari rejim diktator yang militeristik ke arah demokratisasi . Atau revolusi Iran yang memicu gerakan kaum nasionalis Islam yang anti Barat.

Atau terlihat dalam pengaruh nilai Konfusianisme yang mewarnai perkembangan ideologi publik di bidang ekonomi pada negara-negara Asia Tenggara dan Asia Timur semisal Singapura, Korea Selatan, Taiwan dan terutama China. Atau bagaimana misalnya kaum Katolik yang menumbangkan komunis di Eropa Timur.

Atau kaum Kristen ortodox yang memperoleh kembali sebagian pengakuan atas statusnya sebagai agama publik di Rusia pasca komunis. Hal-hal sebagaimana tersebut di atas menurut Roland Robertson menunjukkan korelasi signifikan pertumbuhan agama dengan berbagai bentuk resistensi kultural dan etik pada masyarakat yang terjadi pada era post-modern.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun