Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kebijakan Kompleks dan Elusif di Keramaian Pasar

19 Oktober 2019   10:24 Diperbarui: 20 Oktober 2019   10:16 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Scott Olson/ Getty Images (www.npr.org)

Kebijakan adalah ranah kepemimpinan. Menurut berbagai teori organisasi dan manajemen, inti dari kepemimpinan adalah pengambilan keputusan.

Setiap pemimpin akan mencatatkan sejarahnya masing-masing. Kepemimpinannya akan dikenal lewat apa yang diwariskannya. Setiap kebijakan akan selalu diiringi hal yang positif dan negatif pada waktu yang bersamaan, kompleks dan sukar dimengerti.

Perumusan kebijakan adalah siklus dengan pendekatan suksesif. Kebijakan diterapkan untuk dievaluasi dan seterusnya diterapkan kembali. Hanya satu yang pasti, bahwa bila menyangkut kepentingan umum, kebijakan akan selalu kompleks dan sukar dimengerti.

Sejatinya, para pemimpin publik yang baik akan senantiasa mencoba mengambil mudharat yang paling kecil melalui kebijakannya demi kepentingan yang lebih besar. Harusnya, itu semata-mata untuk kebaikan, dan sejarah yang akan mencatatnya apakah itu benar atau keliru.

Selalu tidak mudah menjejakkan kaki di dua tempat yang berbeda sekaligus pada waktu bersamaan. Ada teori yang mengatakan bahwa cara yang paling gampang untuk menguji integritas seseorang memang dengan memberikannya kekuasaan, dan lihat apa yang dia lakukan dengan kekuasaan itu.

Setidaknya setiap hal yang telah berlalu menjadi pelajaran berharga untuk menjadi lebih baik di hari esok. Itu bukan dalam pengertian sebagaimana kalimat bernada sinis dari sebuah iklan lama sebuah produk minyak kayu putih, "Buat anak kok coba-coba?" Tapi memang lebih baik mencoba dari pada tidak berbuat apa-apa.

Bukankah manusia berencana, tapi Tuhan yang menentukan hasilnya? Bukankah itu terbukti dalam kenyataan di mana burung pipit yang bisa dijual dua ekor seduit, tapi tak seekorpun dari padanya bisa jatuh ke bumi kalau bukan karena kehendak Tuhan. Jadi, bila manusia yang adalah lebih berharga dari pada banyak burung pipit, harusnya lebih mengerti tentang hal itu.

Namun, manusia yang sering terlelap di tengah dinginnya malam dan sayup-sayup suara nafas anak-anak kecil, laki-laki dan perempuan yang tertidur berdesakan dalam kemiskinannya, bahkan sering kali tidak tahu apa yang sedang menimpanya. Atau dalam bentuk lain, bahkan pasar dalam segala kebisingan dan tingkah polah kepongahannya pun tidak sadar apa yang sedang dan bakalan datang menimpanya.

Pernah dalam sebuah polemik terkait kebijakan dalam menjaga stabilitas keuangan, ibu menteri Sri Mulyani kukuh menunjukkan konsistensi sikap tegasnya, dengan mengatakan bahwa kebijakan publik tidak bisa diadili. 

Secara esensi saya pribadi setuju. Setidaknya, kalaupun ada yang mau memaksakan agar kebijakan itu diadili, faktanya tidak mudah mengadili kebijakan publik. 

Kalaupun harus, peradilannya sendiri harusnya berisi orang-orang yang mampu mengatasi kesenjangan waktu dan konteks, serta maksud asli kebijakan itu dibuat pada masanya dengan masa-masa sesudahnya ketika kebijakan itu ingin diadili.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun