Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Siapakah yang Merawat Indonesia?

3 Oktober 2019   14:49 Diperbarui: 4 Oktober 2019   04:41 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Gambar oleh Joseph Samson dari Pixabay

Sikap pesimis dan sinis dalam memandang perubahan adalah sebuah hambatan. Maka, untuk mengatasinya, warga masyarakat perlu membiasakan diri "merayakan bersama" semangat Persatuan Indonesia.

Dalam sebuah kesempatan sebagai salah satu keynote speaker di acara Rapat Koordinasi Kepegawaian Nasional Tahun 2019, pada 25 September 2019 di Yogyakarta, di hadapan seribuan aparatur birokrasi pengelola kepegawaian Republik Indonesia, Yudi Latif, mantan Kepala Badan Pengarah Ideologi Pancasila menjelaskan beberapa hal terkait dengan Filosofi Pancasila.

Katanya, "Pekerjaan harian pemerintahan secara riil dijalankan oleh birokrasi. Hal ini dapat dibuktikan secara historis sejak dari masa perjuangan kemerdekaan."

Dia melanjutkan bahwa, "Indonesia dalam sebutan Sukarno sebagai "Taman Sari Peradaban Dunia", dalam memandang wilayah negara Indonesia yang berupa kepulauan, dan sebagaimana dijelaskan lebih lanjut oleh Muhammad Hatta, hanya dapat diurusi oleh Aparatur Negara yang mempunyai keluasan mental dan keluasan kerohanian seluas wilayah Indonesia."

Hal ini menegaskan bahwa siapapun dia, orang yang ditugaskan menjadi aparatur yang berkewajiban merawat negara ini, dituntut memiliki kesadaran tentang keragaman Indonesia dan tidak bersifat diskriminatif dalam pelaksanaan tugas, pelayanan dan pengabdiannya.

Itu adalah modal sosial Indonesia. Modal sosial Indonesia yang dikelola dengan baik oleh 4,3 juta aparatur sipil negara Republik Indonesia saat ini, akan menjadi mutual trust. Sebaliknya, bila salah dikelola akan menjadi mutual distrust.

Berbicara tentang filosofi Pancasila, bahwa secara garis besar, kelima sila Pancasila bisa dibagi ke dalam tiga ranah.

Ranah pertama adalah "Mental Kultural", yang tercermin pada sila ke-1 Ketuhanan yang Maha Esa, sila ke-2 Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan sila ke-3 Persatuan Indonesia. Ranah kedua adalah "Politikal", yang tercermin pada sila ke-4 Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan. Ranah ketiga adalah "Material", yang tercermin pada sila ke-5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Sementara itu, dalam sudut pandang cakupan prasyarat jatuh bangunnya sebuah peradaban, kelima sila Pancasila di ketiga ranah tersebut, berkaitan dengan dengan "Tata Nilai" pada sila ke-1, ke-2 dan ke-3, berkaitan dengan dengan "Tata Kelola" pada sila ke-4, dan berkaitan dengan "Tata Sejahtera" pada sila ke-5.

Pembagian ke dalam tiga ranah dan tiga sudut pandang cakupan penataan itu, sejalan dengan pandangan Napoleon Bonaparte, yang mengatakan bahwa hanya sepertiga dari faktor penentu kemenangan adalah faktor material, selebihnya dua pertiga lagi adalah faktor mental. 

Dalam jangka panjang, untuk mengatasi defisit modal sosial ke-Indoneisa-an, kita perlu melakukan re-investasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun